Mantan PM Ukraina, Yulia Tymoshenko melakukan aksi mogok makan untuk memrotes pelanggaran dalam pemilu parlemen negara itu, Minggu (28/10). Menteri Luar Negeri Amerika, Hillary Clinton menilai pemilu parlemen Ukraina sebagai “satu langkah mundur” bagi demokrasi negara itu.
Tymoshenko – dalam status tahanan di sebuah rumah sakit di Ukraina timur laut – menyebut “pemalsuan total” hasil penghitungan suara yang menunjukkan partai yang berkuasa unggul, partai pimpinan lawan politik utamanya Presiden Viktor Yanukovich. Penolakannya untuk makan disampaikan oleh para tokoh partai oposisi di luar rumah sakit di Kharkiv, dan diperkuat dalam wawancara dengan suratkabar Italia Corriere della Sera.
Setelah 99 persen suara dihitung hari Kamis, laporan media Ukraina menunjukkan partai yang berkuasa presiden unggul dengan lebih dari 30 persen suara. Partai Oposisi menempati kedudukan kedua dengan 25,4 persen.
Pemilu hari Minggu mendatangkan banyak protes dari peninjau internasional yang menemukan adanya ketidaksesuaian yang luas, termasuk bukti bahwa partai yang berkuasa menggunakan dana negara untuk membiayai kegiatan kampanye. Para pemantau dari Organisasi Keamanan dan Kerjasama di Eropa juga menuduh partai yang berkuasa menghambat arus bebas informasi kampanye.
Tymoshenko – dalam status tahanan di sebuah rumah sakit di Ukraina timur laut – menyebut “pemalsuan total” hasil penghitungan suara yang menunjukkan partai yang berkuasa unggul, partai pimpinan lawan politik utamanya Presiden Viktor Yanukovich. Penolakannya untuk makan disampaikan oleh para tokoh partai oposisi di luar rumah sakit di Kharkiv, dan diperkuat dalam wawancara dengan suratkabar Italia Corriere della Sera.
Setelah 99 persen suara dihitung hari Kamis, laporan media Ukraina menunjukkan partai yang berkuasa presiden unggul dengan lebih dari 30 persen suara. Partai Oposisi menempati kedudukan kedua dengan 25,4 persen.
Pemilu hari Minggu mendatangkan banyak protes dari peninjau internasional yang menemukan adanya ketidaksesuaian yang luas, termasuk bukti bahwa partai yang berkuasa menggunakan dana negara untuk membiayai kegiatan kampanye. Para pemantau dari Organisasi Keamanan dan Kerjasama di Eropa juga menuduh partai yang berkuasa menghambat arus bebas informasi kampanye.