Mantan presiden Mikheil Saakashvili, Jumat (10/1) mengatakan ia telah kembali dari pengasingan ke Georgia, meskipun ada ancaman penangkapan. Kepulangannya berlangsung menjelang pemilu lokal di negara di kawasan Kaukasus yang dicekam krisis politik berkepanjangan itu.
“Saya mempertaruhkan nyawa dan kebebasan saya untuk kembali,” kata Saakashvili dalam pesan video di Facebook. Ia menambahkan bahwa ia berada di Batumi, kota di bagian barat Georgia di pesisir Laut Hitam.
“Saya meminta semua orang untuk mengikuti pemilihan dan memilih Gerakan Nasional Bersatu,” katanya mengacu pada partai oposisi utama Georgia yang ia dirikan.
Lelaki flamboyan berusia 53 tahun yang pro-Barat itu menjabat sebagai presiden Georgia dari tahun 2004 hingga 2013 dan terangkat ke kekuasaan menyusul gelombang protes jalanan.
Ia meminta para pendukungnya agar berkumpul di jalan utama Tbilisi pada hari Minggu.
Sebelumnya pada hari Jumat (10/1), ia menulis di laman Facebooknya, “Selamat pagi. Saya kembali di Georgia setelah delapan tahun.”
Kementerian dalam negeri Georgina mengatakan kepada saluran televisi independen Formula bahwa “Saakashvili tidak melintasi perbatasan negara Georgia.”
Kembalinya Saakashvili dari Ukraina, di mana ia memimpin sebuah badan pemerintah yang mengarahkan reformasi telah meningkatkan pertaruhan menjelang pemilihan di tingkat kota pada hari Sabtu, yang dianggap sebagai ujian penting bagi partai berkuasa yang semakin tidak populer.
Saakashvili diburu pihak berwenang Georgia atas tuduhan penyalahgunaan jabatan, yang menurutnya berlatar belakang politik.
Ia meninggalkan Georgia pada tahun 2013 sewaktu masa jabatan kedua sekaligus terakhirnya sebagai presiden berakhir.
Hari Senin, ia mengumumkan rencananya pulang dari Ukraina, dengan mengatakan ia akan terbang ke ibu kota Georgia, Tbilisi pada Sabtu malam dan memposting foto tiketnya.
PM Georgia Irakli Garibashvili mengatakan ketika itu bahwa “jika Saakashvili menginjakkan kaki di tanah Georgia, ia akan langsung ditangkap dan dibawa ke penjara.”
Negara-negara Barat telah menuduh pihak berwenang Georgia mencari-cari kesalahan politik. Interpol menolak permintaan dari Tbilisi untuk mengeluarkan perintah pencarian, penangkapan dan ekstradisi terhadap Saakashvili.
Georgia terjerumus ke dalam kekacauan politik tahun lalu, sewaktu partai-partai oposisi mengecam pemilu, yang dimenangkan dengan tipis oleh partai berkuasa Impian Georgia, yang disebutnya curang.
Pada Mei lalu, Presiden Dewan Eropa Charles Michel menengahi kesepakatan antarpartai di mana Impian Georgia berjanji akan mengadakan pemilihan legislatif yang dipercepat jika partai itu meraih kurang dari 43 persen suara dalam pemilihan lokal hari Sabtu mendatang.
Tetapi pada bulan Juli, partai berkuasa secara sepihak mundur dari kesepakatan itu, sehingga memicu kritik keras dari Uni Eropa dan AS.
Dalam pesan videonya hari Senin, Saakashvili menegaskan kesepakatan yang diperantarai Uni Eropa itu masih berlaku, seraya mengatakan pemilu mendatang “merupakan referendum mengenai pencopotan pendiri Impian Georgia Bidzina Ivanishvili dari kekuasaan.” [uh/lt]