JAKARTA —
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Senin (9/12) malam memvonis mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Lutfi Hasan Ishaaq dengan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp1 milliar.
Menurut hakim, Luthfi bersama rekannya Ahmad Fathanah terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman, terkait kepengurusan penambahan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian. Maria Elizabeth menjanjikan total Rp 40 miliar apabila penambahan 8 ribu ton daging sapi disetujui Kementerian Pertanian.
Uang itu diterima Luthfi ketika masih menjabat anggota Komisi I DPR RI dan Presiden PKS. Hakim menilai jumlah harta kekayaan Luthfi tak sesuai dengan penghasilannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Hakim menyatakan hal yang memberatkan hukuman Luthfi adalah sebagai anggota DPR, tindakannya meruntuhkan kepercayaan rakyat.
Perbuatannya itu juga memberikan citra buruk kepada partai politik. Selain itu,dia juga tak memberikan teladan dengan tak melaporkan gratifikasi yang diterimanya. Sedangkan hal-hal yang meringankan, ia sopan dalam persidangan, memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum.
Terkait kasus pencucian uang, dua hakim memiliki opini berbeda. Menurut kedua hakim tersebut, kasus pencucian uang seharusnya diperiksa oleh kejaksaan dan bukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gusrizal Lubis mengatakan, "Menyatakan Luthfi Hasan Ishaaq terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara."
Vonis hakim terhadap mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Jaksa sebelumnya menuntut Luthfi 18 tahun penjara.
Luthfi mengaku akan terus menggunakan upaya hukum yang masih tersisa untuk membuktikan dirinya tidak bersalah.
Pembacaan vonis terhadap Mantan Presiden PKS ini Bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Internasional yang jatuh tanggal 9 Desember. Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengatakan negara harus dengan serius membangun hukuman yang menjerakan bagi para koruptor agar ada efek jera.
Untuk memberantas korupsi lanjutnya diperlukan juga kesadaran masyarakat secara bersama.
"Saya katakan negara karena ada item-item yang itu bisa dikerjakan bersama, salah contohnya misalnya kalau ingin memperbaiki kejaksaan dan Kepolisian tentu saja dengan mengangkat orang yang baik di situ, orang benar di situ dan tanggung jawab Presiden semakin besar untuk itu, tetapi jangan lupa kemampuan negara untuk membangun peraturan hukum yang menjerakan.Kalau kemudian kita mengatakan mari kita jerakan, kita lempar dia ke sebuah daerah, kalau tidak disiapkan produk hukum kan sama saja bohong, dan artinya ada tugas DPR di situ, ada tugas pemerintah di situ karena legislasi kita DPR bersama pemerintah," papar Zainal Arifin Mochtar.
Sebelumnya, Mantan Hakim, Asep Iwan Iriawan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap secara tuntas kasus impor daging sapi dengan menelusuri nama-nama yang terungkap di persidangan.
"Ini KPK harus menindaklanjuti. Karena disebut-sebut nama –nama dan proyek-proyek di Kementerian Pertanian, jangan-jangan Fathanah tidak hanya bermain di proyek itu saja tetapi juga proyek lain," demikian tukas Asep Iwan Iriawan.
Menurut hakim, Luthfi bersama rekannya Ahmad Fathanah terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman, terkait kepengurusan penambahan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian. Maria Elizabeth menjanjikan total Rp 40 miliar apabila penambahan 8 ribu ton daging sapi disetujui Kementerian Pertanian.
Uang itu diterima Luthfi ketika masih menjabat anggota Komisi I DPR RI dan Presiden PKS. Hakim menilai jumlah harta kekayaan Luthfi tak sesuai dengan penghasilannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Hakim menyatakan hal yang memberatkan hukuman Luthfi adalah sebagai anggota DPR, tindakannya meruntuhkan kepercayaan rakyat.
Perbuatannya itu juga memberikan citra buruk kepada partai politik. Selain itu,dia juga tak memberikan teladan dengan tak melaporkan gratifikasi yang diterimanya. Sedangkan hal-hal yang meringankan, ia sopan dalam persidangan, memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum.
Terkait kasus pencucian uang, dua hakim memiliki opini berbeda. Menurut kedua hakim tersebut, kasus pencucian uang seharusnya diperiksa oleh kejaksaan dan bukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gusrizal Lubis mengatakan, "Menyatakan Luthfi Hasan Ishaaq terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara."
Vonis hakim terhadap mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Jaksa sebelumnya menuntut Luthfi 18 tahun penjara.
Luthfi mengaku akan terus menggunakan upaya hukum yang masih tersisa untuk membuktikan dirinya tidak bersalah.
Pembacaan vonis terhadap Mantan Presiden PKS ini Bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Internasional yang jatuh tanggal 9 Desember. Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengatakan negara harus dengan serius membangun hukuman yang menjerakan bagi para koruptor agar ada efek jera.
Untuk memberantas korupsi lanjutnya diperlukan juga kesadaran masyarakat secara bersama.
"Saya katakan negara karena ada item-item yang itu bisa dikerjakan bersama, salah contohnya misalnya kalau ingin memperbaiki kejaksaan dan Kepolisian tentu saja dengan mengangkat orang yang baik di situ, orang benar di situ dan tanggung jawab Presiden semakin besar untuk itu, tetapi jangan lupa kemampuan negara untuk membangun peraturan hukum yang menjerakan.Kalau kemudian kita mengatakan mari kita jerakan, kita lempar dia ke sebuah daerah, kalau tidak disiapkan produk hukum kan sama saja bohong, dan artinya ada tugas DPR di situ, ada tugas pemerintah di situ karena legislasi kita DPR bersama pemerintah," papar Zainal Arifin Mochtar.
Sebelumnya, Mantan Hakim, Asep Iwan Iriawan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap secara tuntas kasus impor daging sapi dengan menelusuri nama-nama yang terungkap di persidangan.
"Ini KPK harus menindaklanjuti. Karena disebut-sebut nama –nama dan proyek-proyek di Kementerian Pertanian, jangan-jangan Fathanah tidak hanya bermain di proyek itu saja tetapi juga proyek lain," demikian tukas Asep Iwan Iriawan.