Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komisariat Daerah Jawa Timur menggelar Diskusi Ilmiah Arkeologi, yang membahas persoalan arkeologi di Indonesia.
Banyaknya kerusakan pada situs-situs peninggalan sejarah di Jawa Timur, menjadi keprihatinan para ahli arkeologi saat ini. Pencurian serta perusakan situs oleh masyarakat yang kurang memahami nilai dari barang arkeologi, serta kurang cepatnya tindakan pemerintah untuk mengatasi hal itu, menjadi alasan belum tertanganinya situs dan benda peninggalan sejarah bangsa Indonesia.
Menurut Arkeolog dari Universitas Negeri Surabaya, Hanan Pamungkas, tarik menarik kepentingan antara masyarakat dengan kebutuhan penyelamatan benda cagar budaya, mengakibatkan penanganan situs dan benda cagar budaya menjadi terhambat.
Blasius Suprapto, Arkeolog dari Universitas Negeri Malang mengungkapkan, minimnya pendataan menjadi titik lemah arkeolog dalam mengidentifikasi situs bersejarah dan benda cagar budaya yang dimiliki. Dari data yang masih mimin itu, banyak situs bersejarah dan benda cagar budaya yang dalam kondisi rusak.
Blasius mengatakan, “Di Jawa Timur sebetulnya itu banyak sekali, tetapi untuk unsur penyelamatan itu kami kerepotan. Banyak sekali, misalnya situs-situs yang belum terdata itu masih banyak, tetapi sudah rusak hampir 75 persen, seperti di situs-situs Singosari yang pernah saya data, hampir 75 persen belum pernah didata. Di Jawa Timur lebih banyak lagi, seperti di pulau Kangean, pulau Sapudi, kepulauan-kepulauan yang lain itu banyak mengandung situs-situs.”
Blasius Suprapto menambahkan, kerusakan situs bersejarah oleh masyarakat lebih disebabkan karena ketidaktahuan, sehingga perlu langkah bijak untuk mengantisipasi persoalan yang ada, tanpa harus merugikan masyarakat yang sudah terlanjur berada di kawasan situs bersejarah.
Arkeolog dari Museum Mojopahit, Trowulan, Mojokerto, Kuswanto mengatakan, pelestarian situs dan benda bersejarah perlu melibatkan kelompok masyarakat atau komunitas pecinta budaya, yang dapat diaplikasikan dalam bentuk pembuatan museum.
Hanan Pamungkas menambahkan, edukasi dan penyadaran kepada masyarakat menjadi kunci utama upaya penyelamatan situs bersejarah, serta benda cagar budaya di Indonesia termasuk di Jawa Timur. Penyelamatan kekayaan sumber daya budaya akan dapat terlaksana melalui kerjasama pemerintah dan masyarakat secara sungguh-sungguh.