Setelah penindakan keras besar-besaran terhadap oposisi yang prodemokrasi di Hong Kong yang membuat puluhan aktivis ditangkap dan dipenjarakan, pihak berwenang kini mengalihkan perhatian mereka ke berbagai organisasi masyarakat madani di kota itu.
Dalam beberapa bulan ini, beberapa organisasi oposisi terkemuka Hong Kong telah dibubarkan, sementara tindakan represif meningkat di sana.
Menyusul protes antipemerintah 2019, Beijing memberlakukan UU keamanan nasional menyeluruh yang melarang berbagai tindakan seperti pemisahan diri, subversi dan kolusi dengan kekuatan asing. Gerakan prodemokrasi Hong Kong dikekang sementara protes-protes jalanan telah dihentikan dan pidato politik yang dianggap ofensif oleh Beijing telah dilarang.
Sejak UU keamanan berlaku tahun lalu, sedikitnya 50 organisasi masyarakat madani telah bubar, menurut laporan kantor berita AFP.
Tanggal 1 Oktober menandai peringatan 72 tahun Republik Rakyat China, hari libur yang juga hari perayaan nasional di China. Tetapi di Hong Kong, para aktivis prodemokrasi biasanya memanfaatkan hari ini untuk melakukan protes di jalan dan menyerukan reformasi politik. Tahun ini, hanya segelintir demonstran berkumpul di jalan-jalan dan dihentikan oleh pihak berwenang. Menurut berbagai laporan, hingga 8.000 polisi disiagakan sepanjang hari itu.
Pada tahun-tahun sebelumnya, Hari Nasional China akan membuat berbagai kelompok masyarakat madani Hong Kong sibuk.
Front HAM Madani, yang didirikan tahun 2002, bertanggung jawab atas protes-protes terbesar di Hong Kong yang menarik hampir 2 juta orang pada Juni 2019. Kelompok ini biasanya mengorganisasikan demonstrasi pada hari-hari penting dalam kalender politik kota itu. Tetapi organisasi ini dibubarkan pada Agustus lalu setelah dituduh melanggar UU keamanan nasional Hong Kong.
Aliansi Hong Kong dalam Mendukung Gerakan Demokratik Patriotik China pernah bertanggung jawab menyelenggarakan acara renungan tahunan 4 Juni untuk mengenang penumpasan di Lapangan Tiananmen, Beijing, pada tahun 1989, acara yang biasanya menarik ribuan orang.
Tetapi aliansi ini dibubarkan pada September lalu, mengakhiri 32 tahun aktivitasnya, sewaktu tiga pemimpinnya dipenjarakan, menghadapi sejumlah dakwaan, termasuk menghasut pemisahan diri.
Analis politik Joseph Chen, yang semula bermukim di Hong Kong namun sekarang di Selandia Baru, memuji kelompok itu tetapi mengakui “tidak ada ruang untuk bertahan lagi” bagi kelompok-kelompok oposisi Hong Kong.
“Aliansi ini mungkin memiliki nilai yang lebih bersifat simbolik karena pembentukannya pada tahun 1989 menyebabkan pembentukan berbagai partai prodemokrasi tidak lama setelah itu. Berlanjutnya operasinya setelah penyerahan Hong Kong dari Inggris ke China pada tahun 1997 dianggap sebagai simbol toleransi dari ‘model satu negara, dua sistem’,” katanya kepada VOA.
Hang Tung-chow, mantan wakil ketua aliansi Hong Kong dan satu dari tiga pemimpinnya yang kini dipenjarakan, mengatakan kepada VOA Agustus lalu bahwa berbagai kelompok oposisi masih dapat bertahan di kota itu, setidaknya secara informal. [uh/ab]