Memo Nunes adalah dokumen empat halaman yang telah memunculkan kontroversi besar di Washington, meski tak banyak pihak di luar Kongres Amerika Serikat pernah membacanya. Memo ini juga menimbulkan pertikaian antara Presiden Donald Trump dan Direktur Biro Penyelidik Federal (FBI), Christopher Wray yang diangkat Trump tahun lalu.
Pengecam dokumen ini mengatakan, memo ini bermaksud mendiskreditkan FBI dan Kejaksaan Amerika, dua badan yang berusaha menyelidiki kecurigaan kolusi antara tim kampanye Trump dengan Rusia dalam pemilihan presiden 2016.
Dokumen ini disusun oleh anggota staf Ketua Komite Intelijen DPR, Devin Nunes, anggota parlemen dari Partai Republik, yang menuduh FBI telah menyalahgunakan wewenang untuk melakukan pengintaian dengan minta sebuah perintah pengadilan untuk memantau mantan penasihat kampanye Trump, Carter Page.
Memo itu dilaporkan disusun oleh beberapa anggota Republik di dalam komite tanpa sepengetahuan anggota komite dari Partai Demokrat.
Memo ini, bersama dengan bantahan dari Partai Demokrat setebal 10 halaman, telah dirilis untuk anggota-anggota DPR pada 24 Januari.
Ada kontroversi apakah dokumen ini harus dirilis kepada publik.
Pihak Republik menginginkan hal itu, tetapi Demokrat dan pihak-pihak lain khawatir hal ini bisa membeberkan arsip-arsip sensitive milik Kejaksaan terkait dengan penyelidikan Rusia.
Tidak saja hal itu bias segera menimbulkan masalah, kata pengecamnya, tetapi hal ini bisa menimbulkan preseden yang tidak nyaman, yang bisa berakibat FBI dan Kejaksaan enggan berbagi materi dengan Komite Intelijen DPR di masa depan.
Adam Schiff, anggota parlemen senior Partai Demokrat di dalam Komite Intelijen DPR, secara terbuka telah mengecam memo itu karena tidak akurat, dan ditujukan untuk memberi sebuah gambaran keliru tentang FBI.
Masalah ini menjadi semakin ruwet, dan sebuah kelompok nirlaba yang memantau upaya oleh negara-negara asing untuk campur tangan dalam urusan lembaga-lembaga demokratik, yakni the Alliance for Security Democracy, melaporkan bulan lalu bahwa #ReleaseMemo secara intensif dipergunakan oleh akun-akun Twitter pro-Rusia dan secara teratur menyebarkan informasi yang salah. Hubungan itu bisa mendukung argumen bahwa memo Republik itu memang ditujukan untuk mendiskreditkan penyelidikan FBI atas campur tangan Rusia. [ps/jm]