Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan sejumlah negara tetap menggelar pemilihan umum di tengah pandemi virus corona. Antara lain Korea Selatan, Jerman dan Perancis.
Kata Tito, Korea Selatan merupakan salah satu negara yang berhasil melakukan pemilihan umum. Sebab tidak ada klaster baru setelah pemilihan dan tingkat partisipasi pemilih merupakan yang tertinggi sejak 1962, yakni 66 persen. Karena itu, menurutnya, Indonesia dapat belajar dari negara-negara lain yang telah menggelar pemilihan untuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020.
"Karena Covid-19 melanda semua hajat hidup orang. Semua orang terdampak baik karena kesehatan, takut tertular atau dampak sosial ekonomi seperti PHK dan lain-lain. Maka mereka ingin ada pemerintahan yang kuat yang bisa mengatasi Covid-19," jelas Tito saat Pengarahan Gugus Tugas Covid-19 di Provinsi Kalimantan Tengah yang ditayangkan online pada Minggu (19/7/2020).
Tito menambahkan keberhasilan negara lain dalam pemilihan ini merupakan satu dari alasan pemerintah memutuskan menggelar pilkada serentak pada Desember tahun ini.
Alasan lainnya, kata dia, yaitu belum jelasnya waktu pandemi corona ini berakhir di indonesia. Termasuk jika nanti telah ditemukan vaksin, masih dibutuhkan waktu untuk memproduksi vaksin dalam jumlah yang besar untuk masyarakat dan distribusi vaksin ke semua wilayah.
"Dua ratus enam puluh juta jiwa, idealnya yang belum pernah positif harus divaksin. Kalau mau ambil minimal maka 2/3 dari populasi. Artinya kita membutuhkan 170 juta warga negara Indonesia harus divaksinasi. Diperlukan dua ampul, maka diperlukan 340 juta ampul," tambah Tito.
Ikuti Protokol Kesehatan
Kendati demikian, Tito mengingatkan agar pelaksanaan pilkada serentak 2020 tetap memperhatikan protokol pencegahan penularan virus corona dalam semua tahapan. Antara lain tidak menghadirkan massa dengan jumlah lebih dari 50 orang pada saat kampanye atau rapat umum.
Ia juga berharap peserta pilkada serentak dapat melakukan cara-cara yang kreatif. Misalnya, dengan membagikan masker sesuai nomor urut pilihan.
"Kalau satu kontestan saja membagi 100 ribu masker saya sudah hitung berarti 54 juta masker, luar biasa. Itu hand sanitizer, dia bagi juga, misalnya 50ribu, dibagikan ini, 2 alat utama."
Partisipasi Pemilih Turun Saat Pandemi
Sementara itu Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan tren global tingkat partisipasi pemilih dalam pemilihan umum menurun. Hal tersebut seperti yang terjadi Iran, Mali, Perancis dan Queensland (Australia).
Sementara yang tingkat partisipasinya meningkat hanya ada dua negara yakni Korea Selatan dan Jerman. Itupun, karena kata dia, usia pemilih di Korea Selatan diturunkan dari 19 tahun menjadi 18 tahun, sedangkan di Jerman pemberian suaranya melalui pos.
"Datanya Internasional IDEA turun sekitar 5-10 persen. Tapi di situlah kita harus mengantisipasi supaya tidak terjadi penurunan angka pengguna hak pilih. Karena kita sudah belajar dari negara lain yang melakukan pemilu atau referendum di tengah pandemi," jelas Titi kepada VOA, Minggu (19/7/2020).
Titi juga berharap penyelenggara pemilu dapat mengajak partisipasi pemilih di semua tahapan Pilkada Serentak 2020, tidak hanya saat pencoblosan suara. Semisal saat tahapan pencocokan data pemilih yang juga dapat berpengaruh pada tingkat partisipasi pemilih. Selain itu, ia juga mendorong partai politik agar menunjuk calon yang berkualitas atau tidak mengajukan calon tunggal untuk memotivasi orang untuk memilih.
"Kalau kualitas kandidat tidak meyakinkan ini agak susah membuat pemilih datang ke TPS. Apalagi kalau suatu daerah bercalon tunggal, yang biasanya masyarakat sudah skeptis dulu terhadap kompetisi yang berlangsung," imbuhnya.
Perppu Pilkada Diteken
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Perppu ini merupakan payung hukum penundaan pilkada serentak yang akan digelar di 270 daerah dari September ke Desember 2020 karena wabah corona. Namun, Perludem berharap Pilkada Serentak 2020 ditunda ke 2021 supaya masyarakat dapat lebih beradaptasi atas protokol kelaziman baru atau new normal.
[sm/em]