Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan pembelajaran dengan sistem tatap muka di tengah kondisi pandemi di sekolah mulai tahun ajaran genap 2020/2021.
“Pemerintah pada hari ini melakukan penyesuaian kebijakan, untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah, kanwil, atau kantor Kemenag untuk menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah di bawah kewenangannya,” ujar Nadiem dalam telekonferensi pers di Jakarta, Jumat (20/11).
Kebijakan ini diambil, bukan tanpa alasan. Sejumlah studi menunjukkan hanya 13 persen sekolah yang melakukan sistem pembelajaran tatap muka, sementara sisanya masih melakukan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Sistem PJJ, katanya,berdampak negatif terhadap peserta didik atau anak. Mantan CEO Gojek ini menjelaskan, bila situasi in dibiarkan terus menerus, akan ada resiko yang permanen.
“Risiko pertama adalah ancaman putus sekolah. Di mana banyak sekali anak-anak yang harus bekerja atau didorong sama orang tuanya untuk bekerja dan ini berhubungan dengan situasi ekonomi yang tidak memadai. Banyak juga orang tua yang tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses belajar mengajar kalau ini dilakukan secara daring,” kata Nadiem.
Alasan lainnya terkait kendala teknis. Banyak daerah yang sulit menerapkan metode PJJ, seperti misalnya sulit untuk menjangkau sinyal internet. Akibatnya kesenjangan pencapaian pembelajaran antara satu daerah dengan daerah lainnya melebar.
“Dan tentunya risiko learning lost. Risiko bahwa ada satu generasi di Indonesia, anak-anak kita yang hilang pembelajarannya, dan harus mengejarnya dan mungkin sebagian akan ketinggalan dan tidak bisa mengejar kembali pada saat kembali ke sekolah. Jadi ini adalah satu urgensi yang sangat penting,” tuturnya.
Alasan lain yang tidak kalah pentingnya adalah dampak psiko sosial atau stress pada anak-anak, karena minimnya interaksi dengan guru dan teman, serta tekanan yang dihadapi anak di rumah masing-masing.
“Dan tentunya peningkatan insiden-insiden kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga juga meningkat dan ini harus menjadi salah satu pertimbangan kita yang terpenting,” katanya.
Syarat dan Ketentuan Pembelajaran Tatap Muka di Sekolah
Izin pembukaan sekolah tatap muka sebelumnya didasarkan pada zonasi risiko yang dikeluarkan oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19. Hanya sekolah yang berada di zona aman yang bisa membuka kegiatan pendidikan langsung. Kali ini diserahkan kepada pemerintah daerah (pemda) setempat, karena mereka dianggap sebagai pihak yang paling mengetahui situasi dan laju perebakan wabah corona di wilayahnya masing-masing.
Untuk bisa membuka sekolah, pemda juga harus mendapat persetujuan kepala sekolah dan perwakilan orang tua murid.
“Jadi kalau tiga pihak ini tidak mengizinkan sekolah itu buka, maka sekolah itu tidak diperkenankan untuk dibuka. Tapi kalau tiga pihak itu telah setuju berarti sekolah itu boleh melakukan sekolah tatap muka,” ujar Nadiem.
Pemberian izin tersebut, ujarnya bisa dilakukan serentak maupun bertahap tergantung kepada kesiapan masing-masing daerah.
Sekolah yang akan melakukan pembelajaran tatap muka juga harus memenuhi berbagai persyaratan yang terkait dengan protokol kesehatan, seperti sanitasi dan kebersihan, akses ke layanan kesehatan, dan kesiapan menerapkan wajib masker.
Kapasitas kelas pun dikurangi menjadi maksimal hanya 50 persen. Maka dari itu, sekolah harus memberlakukan rotasi dalam melaksanakan pembelajaran tatap muka di kelas.
Nadiem menekankan, dengan dibukanya sekolah ini bukan berarti situasi sekolah kembali normal. Kegiatan yang diperbolehkan hanyalah kegiatan belajar mengajar.
“Artinya pembelajaran tatap muka bukan kembali ke sekolah seperti normal, ini sangat di luar yang normal karena kapasitasnya hanya setengah tanpa aktivitas berkerumun apapun. Monitoring daripada pemda, dinas pendidikan dan gugus tugas daerah ini luar biasa pentingnya untuk memastikan prokotol ini terjaga,” paparnya.
Kemenkes Akan Tingkatkan Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Daerah
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Terawan Agus mendukung kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Kemendikbud tersebut. Meski begitu, Terawan berpesan kepada seluruh kepala daerah agar dapat memberikan keputusan yang tepat dalam pemberian izin pembukaan sekolah-sekolah ini, dengan tetap mengedepankan aspek kesehatan dan keselamatan anak, guru dan masyarakat.
“Kemenkes sepenuhnya akan mendukung kebijakan ini. Kami berkomitmen untuk meningkatkan peran puskesmas, melakukan pengawasan dan pembinaan pada satuan pendidikan, dalam penerapan protokol kesehatan, di samping terus meningkatkan kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan dan pencegahan serta pengendalian COVID-19,” ungkap Terawan.
Kepala Satgas Penanganan COVID-19 Doni Monardo memahami pentingnya membuka kembali sekolah,. Ia mengakui masih banyak daerah yang tidak memiliki akses internet yang baik, sehingga mempersulit PPJ.
“Mana kala ada perkembangan yang menjurus kepada risiko keamanan terutama menyangkut masalah kesehatan, para murid dan guru mohon bisa dilakukan pemberhentian sementara, sampai dengan situasi menjadi lebih baik,” ujar Doni. [gi/ab]