Menteri Pertahanan Lloyd Austin pada Selasa (19/3) mengatakan mendukung Israel dan melindungi warga sipil di Gaza bukan kebijakan Amerika yang "saling terpisah.”
"Sejak awal kami menyadari bahwa Israel memiliki hak fundamental untuk mempertahankan diri. Oleh karena itu kami akan terus mendukung mereka dan memastikan bahwa mereka memiliki apa yang mereka butuhkan untuk membela rakyatnya,” ujar Austin saat konferensi pers di Pangkalan Udara Ramstein di Jerman.
“Namun kami juga menyadari pentingnya memastikan bahwa orang-orang di Gaza tetap aman. Kedua hal itu tidak saling terpisah. Israel dapat melakukan operasi untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya, tetapi pada saat yang sama juga melindungi warga sipil di wilayah pertempuran dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada mereka yang membutuhkan. Kami telah mendorong, dan terus mendorong, para pemimpin Israel untuk melakukan hal itu dan memastikan agar mereka melakukan apapun yang mungkin dilakukan supaya bantuan kemanusiaan dalam jumlah yang lebih besar dapat masuk ke Gaza,” paparnya.
Austin menggarisbawahi bahwa ia dan Presiden Joe Biden telah menjabarkan dengan sangat jelas tentang perlunya memprioritaskan perlindungan warga sipil.
Rencana Serangan ke Rafah dan Evakuasi Warga Sipil
Austin menegaskan Israel "tidak boleh melakukan serangan apapun di Rafah tanpa rencana yang jelas, dan rencana evakuasi warga sipil dari medan tempur yang dapat diwujudkan, serta perawatan mereka yang membutuhkan setelah proses evakuasi.”
Berbicara setelah pertemuan Kelompok Kontak Ukraina, sebuah aliansi yang terdiri dari 56 negara yang mendukung pertahanan Ukraina dengan mengirimkan peralatan militer sebagai tanggapan atas invasi Rusia tahun 2022, Austin mengatakan telah mengkomunikasikan point-point penting itu dari tingkat presiden hingga ke jajaran dibawahnya, juga pada mitra-mitranya dalam sejumlah kesempatan.
Netanyahu: Invasi Darat ke Rafah Perlu Untuk Gulingkan Hamas
Sebelumnya Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa pagi mengatakan ia telah menyampaikan kepada Presiden Joe Biden bahwa invasi darat ke Rafah diperlukan untuk menggulingkan Hamas.
"Saya menjelaskan kepada Presiden dalam percakapan kami, dengan cara yang paling jelas, bahwa kami bertekad untuk menyelesaikan penghapusan batalyon-batalyon ini di Rafah. Dan tidak ada cara lain untuk melakukannya, selain invasi darat,” katanya.
Gedung Putih: Perlunya Kalahkan Hamas dan Lindungi Penduduk Sipil
Gedung Putih telah merilis pembicaraan telpon Biden dan Netanyahu itu pada Senin (18/3), yang mencakup soal negosiasi sandera yang sedang berlangsung di Qatar dan krisis kemanusiaan di Gaza. “Presiden menekankan kebutuhan mendesak yang signifikan untuk meningkatkan aliran bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan jiwa dan menjangkau mereka yang membutuhkan di seluruh Gaza, khususnya di bagian utara,” demikian petikan pernyataan itu.
Gedung Putih mengatakan “Presiden menegaskan perlunya mengalahkan Hamas di Gaza, dan sekaligus melindungi penduduk sipil dan memfasilitasi pengiriman bantuan yang aman dan tanpa hambatan ke seluruh Gaza. Presiden (Biden) dan Perdana Menteri (Netanyahu) sepakat untuk mengadakan pertemuan tim mereka di Washington DC segera untuk bertukar pandangan dan mendiskusikan pendekatan alternatif yang menarget elemen-elemen kunci Hamas, dan mengamankan perbatasan Mesir-Gaza tanpa operasi darat besar-besaran di Rafah.
Israel Belum Sampaikan Rencana Rinci
Gedung Putih telah skeptis dengan rencana Netanyahu melancarkan operasi darat di kota Rafah di bagian selatan Jalur Gaza, tempat sekitar 1,5 juta orang Palestina yang melarikan diri dari perang itu berlindung.
Para pejabat pemerintahan Biden telah memperingatkan bahwa mereka tidak akan mendukung operasi di Rafah tanpa adanya rencana yang kredibel untuk memastikan keselamatan warga sipil Palestina yang tidak berdosa. Israel belum menyampaikan rencana apapun tentang operasi darat ke Rafah itu.
Sedikitnya 31.819 Warga di Gaza Tewas
Perang Israel-Hamas yang memasuki bulan keenam ini dipicu oleh serangan Hamas ke bagian selatan Israel yang menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil. Hamas juga menculik sekitar 250 orang.
Israel menanggapi hal itu dengan melancarkan operasi militer yang paling menghancurkan dan menelan paling banyak korban jiwa dalam sejarah modern.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, wilayah yang dikelola oleh Hamas, hingga hari Selasa ini sedikitnya 31.819 warga Palestina di Gaza tewas. Sementara 80% dari 2,3 juta penduduk di wilayah itu telah melarikan diri. Seperempat dari total penduduk itu kini menghadapi kelaparan akut. [em/lt]
Forum