Tautan-tautan Akses

Menkes: Tes Corona Tidak Tepat Sasaran


Nakes melakukan test Covid-19 terhadap salah seorang anggota Tim SAR yang akan bertugas untuk pencarian korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJY182 yang jatuh setelah lepas landas dari Jakarta pada 9 Januari 2021. (Foto: Dany Krisnadhi / AFP)
Nakes melakukan test Covid-19 terhadap salah seorang anggota Tim SAR yang akan bertugas untuk pencarian korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJY182 yang jatuh setelah lepas landas dari Jakarta pada 9 Januari 2021. (Foto: Dany Krisnadhi / AFP)

Pemerintah mengatakan kapasitas tes Covid-19 Indonesia sudah melebihi standar WHO. Namun, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, fakta itu kemungkinan tidak mencerminkan keadaan yang sesungguhnya.

Untuk pertama kalinya, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengungkapkan kapasitas tes swab PCR di tanah air sudah melebihi standar yang ditentukan oleh WHO, yakni 267.000 orang per minggu atau 38.000 orang per hari secara nasional.

Namun, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa tesyang dilakukan oleh pemerintah selama ini tidak tepat sasaran. Menurutnya, tingginya kapasitas tes boleh jadi karena terlalu seringnya pejabat pemerintah menjalani tes, sementara kenyataan itu tidak terjadi di kalangan masyarakat umum. Ia mencontohkan dalam satu minggu ia bisa menjalani tes swab PCR sebanyak lima kali sebelum bertemu dengan Presiden Joko Widodo.

Menkes Budi Gunadi Sadikin (Biro Setpres)
Menkes Budi Gunadi Sadikin (Biro Setpres)

“Emang benar kaya gitu? Testing kan gak gitu harusnya. Testing itu kan testing epidemiologi, aku diajarin sama teman-teman dokter, bukan testing mandiri, yang dites itu orang yang suspek, bukan orang yang mau pergi hadap Presiden seperti Budi Gunadi Sadikin. Nanti tercapai standar WHO 1 per 1000 orang per minggu, tapi tidak ada gunannya secara epidemiologi. Seperti itu yang harus diberesin,” ungkap Budi dalam acara 'Dialog Warga 'Vaksin & Kita' Komite Pemulihan Ekonomi dan Transformasi Jabar' yang disiarkan di YouTube PRMN SuCi, seperti dikutip, Jumat (22/1).

Budi tidak menjelaskan berapa kira-kira jumlah tes yang dilakukan para pejabat pemerintah, dan apakah jumlah itu secara signifikan mempengaruhi total jumlah tes secara nasional yang sering digambarkan sebagai kapasitas tes.

Menurut Budi, sesuai dengan pernyataan WHO, mengatasi pandemi bukan hanya dengan melakukan vaksinasi dan memperkuat fasilitas kesehatan saja,namun juga mengubah perilaku masyarakat. Masyarakat, katanya, perlu menerapkan protokol kesehatan secara disiplin. Ia yakin, lambat laun masyarakat akan bisa beradaptasi dengan berbagai perubahan-perubahan yang terjadi pasca pandemi.

Lika-Liku Program Vaksinasi

Dalam kesempatan ini, Budi juga mengungkapkan bahwa proses pendistribusian vaksin Covid-19 ke 34 provinsi tidak mudah. Ia menjelaskan delapan provinsi mengembalikan vaksin Covid-19 ke pusat. Padahal, dalam tahap pertama ada 1,2 juta dosis vaksin yang harus segera dikirim.

Hal ini terjadi, ujar Budi, karena lemari-lemari pendingin untuk menyimpan vaksin Covid-19, sudah penuh oleh vaksin-vaksin regular seperti vaksin Polio, TBC, dan Difteri yang tidak dipakai pada tahun lalu atau tertunda karena terjadinya pandemi. Setiap tahun, setidaknya Indonesia melakukan vaksinasi reguler sebanyak 150-200 juta dosis.

Maka dari itu, Budi pun menggandeng pihak swasta seperti Kalbe Farma dan Kimia Farma untuk ikut membantu pendistribusian. Mereka diharapkan bisa ikut menyediakan lemari pendingin untuk bisa menyimpan vaksin Covid-19.

Data Kemenkes Diakui Budi Tidak Akurat

Dalam program vaksinasi massal Covid-19 ini, Budi mengatakan bahwa ia tidak percaya dengan data yang dimiliki oleh kementerian yang dipimpinnya. Ia malah akan menggunakan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) guna mendata penerima vaksin Covid-19.

"Untuk datanya karena sudah kapok, saya gak mau lagi pakai data Kementerian Kesehatan. Saya putuskan ambil data dari KPU aja lah, manual. Itu kan kemarin daerah Jawa Barat baru (menggelar) pemilihan, kayak-nya itu yang paling current," ungkap Budi.

Lebih dari 132 Ribu Tenaga Kesehatan Sudah Divaksinasi Covid-19

Sementara itu dalam telekonferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (22/1) Juru Bicara Vaksin Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan sudah 132 ribu orang yang divaksinasi dalam program vaksinasi massal Covid-19 bagi tenaga kesehatan hingga 21 Januari 2021 pukul 13.00 WIB. Tenaga kesehatan ini tersebar di 13.525 fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di 92 kabupaten/kota, dan 34 provinsi di Indonesia.

Siti Nadia Tarmizi. (Foto: Rivan Dwiastono/VOA)
Siti Nadia Tarmizi. (Foto: Rivan Dwiastono/VOA)

Jumlah tersebut, ujar Nadia, masih 22 persen dari target 598.483 tenaga kesehatan yang akan divaksin pada tahap pertama. Selanjutnya, pada tahap kedua, diharapkan sebanyak 888.282 tenaga kesehatan bisa segera divaksin.

“Terdapat 20.154 tenaga kesehatan yang tidak bisa diberikan vaksinasi ataupun kemudian ditunda karena sejumlah alasan di antaranya merupakan penyintas Covid-19, atau memiliki komorbid atau penyakit bawaan dan sedang dalam keadaan hamil. Proses vaksinasi kepada tenaga kesehatan masih akan terus berlangsung dan diharapkan hingga Februari, sehingga kami dapat mencapai target sebanyak 1,47 juta tenaga kesehatan divaksinasi,” jelas Nadia.

Cara Kerja Vaksin Covid-19

Dalam kesempatan ini, Nadia juga mengklarifikasi kabar Bupati Sleman Sri Purnomo yang positif Covid-19 setelah disuntik vaksin Sinovac. Ia menegaskan bahwa vaksin Covid-19 Sinovac berisi virus yang dimatikan atau inactivated virus. Jadi menurutnya, hampir tidak mungkin vaksin tersebut yang menyebabkan Sri Purnomo positif Covid-19.

“Jika melihat rentang waktu dari bapak bupati, maka sangat mungkin pada saat bapak bupati divaksinasi, beliau ini berada dalam masa inkubasi Covid-19, di mana tentunya sudah terpapar virus Covid-19 tapi tidak menunjukkan gejala. Secara alamiah waktu antara paparan dan munculnya gejala itu adalah sedang tinggi-tingginya sekitar pada lima sampai dengan enam hari. Hal ini adalah waktu yang pas karena beliau divaksinasi pada 14 Januari sementara hasil pemeriksaan swab PCR beliau positif di tanggal 20 Januari,” jelasnya.

Nadia menjelaskan bahwa vaksinasi Covid-19 membutuhkan dua kali dosis penyuntikan, karena sistem imunitas tubuh memerlukan waktu paparan yang lebih lama untuk mengetahui bagaimana cara efektif untuk melawan virus tersebut.

Suntikan pertama, jelasnya dilakukan untuk memicu respon kekebalan awal, yang akan dilanjutkan dengan suntikan kedua, untuk menguatkan respon imun yang telah terbentuk. Hal ini akan memicu respon antibodi yang lebih cepat dan efektif di masa yang akan datang.

“Suntikan kedua berfungsi sebagai booster untuk membentuk antibodi secara optimal dan imunitas ini baru akan terbentuk secara baik setelah tiga minggu suntikan kedua. Untuk itu, perlu dipahami, meskipun kita sudah divaksinasi Covid-19 masih ada resiko terpapar virus Covid-19. Namun tentunya diharapkan vaksin ini akan dapat mengurangi kemungkinan sakit berat. Proses pemberian vaksinasi tetap dilakukan seperti yang sudah ditargetkan, bagi seluruh masyarakat,” pungkasnya. [gi/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG