JAKARTA —
Meskipun berbagai kalangan khawatir defisit anggaran hingga akhir tahun tinggi, Menteri Keuangan, Chatib Basri optimistis pemerintah akan mampu menekan defisit, seperti yang disampaikan Menteri Chatib Basri, di Jakarta, Rabu (20/11).
“Sampai dengan per 11 November pendapatan negara sudah mencapai Rp 1.432 trilyun, belanja negaranya sudah mencapai Rp 1.628,9 trilyun sehingga defisitnya itu diperkirakan ada pada kisaran sekitar 2,4 persen. Artinya bahwa APBN kita akan kurang lebih sesuai dengan target. Untuk APBN 2014 defisitnya itu 1,69 karena memang kita membutuhkan defisit yang lebih rendah,” kata Menkeu Chatib Basri.
Sebelumnya Menko bidang Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan pemerintah telah melakukan dan akan terus melakukan penghematan agar defisit anggaran tidak terus meningkat.
“Kita berusaha keras untuk melakukan penghematan terhadap anggaran-anggaran yang kita rasakan bisa kita lakukan penghematan,” kata Menko Hatta Rajasa.
Dalam kesempatan berbeda, Kepala Litbang Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Didiek Rachbini menilai, selain karena subsidi bahan bakar minyak atau BBM masih tinggi, impor berbagai komoditas terutama komoditas pangan juga membuat neraca perdagangan mengalami defisit tinggi. Padahal menurutnya komoditas pangan dalam negeri masih dapat diandalkan mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional, kecuali dalam kondisi tertentu seperti gagal panen.
Maka dari itu ditambahkannya, impor dapat dilakukan pada saat mendesak karena jika Indonesia terus bergantung pada impor, selain anggaran negara akan terbebani juga petani dalam negeri menjadi tidak berdaya.
“Kalau mau mengimpor itu harus terkendali, tapi harus lihat betul apakah kritis atau tidak kondisi pangan kita, tapi sebaiknya tidak impor, harus menyiapkan produksi dalam negeri yang bagus,” kata Didiek Rachbini.
Dalam RAPBN 2013 pemerintah tetapkan pendapatan negara sebesar Rp 1.507,7 trilyun dan belanja negara sebesar Rp 1.657,9 trilyun sehingga mengalami defisit sebesar Rp 150,2 trilyun atau 1,5 persen dari PDB. Setelah dilakukan revisi, pendapatan negara menjadi Rp 1.502 trilyun dan belanja negara sebesar Rp 1.726 trilyun sehingga mengalami defisit sebesar Rp 224 trilyun atau 2,4 persen dari PDB.
“Sampai dengan per 11 November pendapatan negara sudah mencapai Rp 1.432 trilyun, belanja negaranya sudah mencapai Rp 1.628,9 trilyun sehingga defisitnya itu diperkirakan ada pada kisaran sekitar 2,4 persen. Artinya bahwa APBN kita akan kurang lebih sesuai dengan target. Untuk APBN 2014 defisitnya itu 1,69 karena memang kita membutuhkan defisit yang lebih rendah,” kata Menkeu Chatib Basri.
Sebelumnya Menko bidang Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan pemerintah telah melakukan dan akan terus melakukan penghematan agar defisit anggaran tidak terus meningkat.
“Kita berusaha keras untuk melakukan penghematan terhadap anggaran-anggaran yang kita rasakan bisa kita lakukan penghematan,” kata Menko Hatta Rajasa.
Dalam kesempatan berbeda, Kepala Litbang Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Didiek Rachbini menilai, selain karena subsidi bahan bakar minyak atau BBM masih tinggi, impor berbagai komoditas terutama komoditas pangan juga membuat neraca perdagangan mengalami defisit tinggi. Padahal menurutnya komoditas pangan dalam negeri masih dapat diandalkan mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional, kecuali dalam kondisi tertentu seperti gagal panen.
Maka dari itu ditambahkannya, impor dapat dilakukan pada saat mendesak karena jika Indonesia terus bergantung pada impor, selain anggaran negara akan terbebani juga petani dalam negeri menjadi tidak berdaya.
“Kalau mau mengimpor itu harus terkendali, tapi harus lihat betul apakah kritis atau tidak kondisi pangan kita, tapi sebaiknya tidak impor, harus menyiapkan produksi dalam negeri yang bagus,” kata Didiek Rachbini.
Dalam RAPBN 2013 pemerintah tetapkan pendapatan negara sebesar Rp 1.507,7 trilyun dan belanja negara sebesar Rp 1.657,9 trilyun sehingga mengalami defisit sebesar Rp 150,2 trilyun atau 1,5 persen dari PDB. Setelah dilakukan revisi, pendapatan negara menjadi Rp 1.502 trilyun dan belanja negara sebesar Rp 1.726 trilyun sehingga mengalami defisit sebesar Rp 224 trilyun atau 2,4 persen dari PDB.