Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan aktivitas ekonomi di dalam negeri dan global sudah mulai pulih. Di dalam negeri kata Airlangga, indikator tersebut terlihat dari peningkatan Indeks Manufaktur Indonesia (PMI), penjualan kendaraan bermotor, penjualan ritel dan indeks keyakinan konsumen. Sedangkan pada tingkatan global, terlihat dari kapitalisasi saham yang meningkat, harga minyak dunia, serta tembaga dan aluminium.
"Di Indonesia ada beberapa sektor yang bisa menjadi pengungkit. Kita lihat sektor pertambangan sudah mulai positif dan juga keuangan, pendidikan, pertanian dan properti," jelas Airlangga dalam Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2021, di Jakarta, Jumat (14/8).
Pada Juni 2020, Airlangga menjelaskan PMI Manufaktur tercatat menyentuh angka 46,9 setelah pada Maret 2020 sekitar 27,5 dan penjualan ritel naik ke -14,4% dari -20,6% pada Mei 2020. Sementara, Indeks Keyakinan Konsumen naik menjadi 86,2 pada Juli 2020 dari 83,8 pada Juni 2020, dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) membaik jadi -5,1 pada pertengahan triwulan ketiga ini, dari -13,1 pada triwulan kedua 2020.
Airlangga juga menyebut ekonomi Indonesia masih baik jika dibandingkan negara lain meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar -5,32 persen secara tahunan pada kuartal kedua 2020. Di antaranya Malaysia (-17,1 persen), Filipina (-16,5 persen) dan Singapura (-12,6 persen).
"Jadi di antara negara-negara lain, kondisi Indonesia relatif tidak sedalam yang lain," tambahnya.
Kendati demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan pertumbuhan ekonomi pada tahun ini diperkirakan masih -1,1 persen hingga 0,2 persen. Sedangkan untuk 2021, pemerintah memproyeksikan ekonomi nasional tumbuh pada tingkat 4,5 persen hingga 5,5 persen. Namun, kata Sri Mulyani, pertumbuhan tersebut bergantung pada sejumlah hal. Antara lain keberhasilan penanganan corona dan ketersediaan vaksin, serta akselerasi reformasi dalam hal produktivitas, daya saing dan iklim investasi.
"Kita tentu juga akan dipengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi dunia, yang mungkin pada kuartal ketiga akan banyak muncul revisi proyeksi gross untuk tahun 2021 yang dilakukan lembaga-lembaga internasional," jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani menambahkan akan menggunakan kebijakan pemerintah secara maksimal, serta mengkoordinasikan kebijakan fiskal dan moneter untuk memulihkan perekonomian nasional.
Menanggapi itu, Ekonom Core Piter Abdullah mengatakan, target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintah dalam RAPBN 2021 sebesar 4,5 persen hingga 5,5 persen terlalu rendah. Menurutnya, ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh antara 6 persen hingga 7 persen jika pandemi corona telah selesai. Ia beralasan perekonomian Indonesia selama ini ditopang oleh konsumsi rumah tangga, berbeda dengan negara lain yang mengandalkan ekspor. Namun demikian, kata Piter, Core sendiri belum menghitung proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021.
"Bukan prestasi untuk tumbuh antara 6 persen hingga 7 persen karena itu sebenarnya masih di bawah potensi kita. Dengan catatan wabah sudah selesai dan program-program bantuan pemerintah dilaksanakan dengan cepat dan tepat," jelas Piter Abdullah kepada VOA, Jumat (14/8) malam.
Sementara untuk kuartal 3 dan 4 pada 2020, Piter memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sedikit membaik di angka -1 persen hingga -2 persen. Perbaikan ini seiring dengan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Pemerintah hari Kamis (14/8) telah menyampaikan RUU tentang APBN tahun Anggaran 2021 dan Nota Keuangan kepada DPR. Pemerintah menargetkan ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 4,5 persen hingga 5,5 persen. Sedangkan untuk target pendapatan negara pada RAPBN 2021 mencapai Rp1.776,4 triliun dan belanja negara pada RAPBN 2021 diproyeksikan mencapai Rp2.747,5 triliun. [sm/em]