Diplomat tertinggi Amerika yang mengadakan pembicaraan tatap muka dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un telah meyakinkan para anggota Kongres bahwa Amerika hanya akan merundingkan kesepakatan denuklirisasi yang tegas dengan Pyongyang.
Menteri Luar Negeri Mike Pompeo memberikan kesaksian di Capitol Hill, Rabu (23/5) menjelang KTT 12 Juni di Singapura antara Presiden Donald Trump dan pemimpin negara tertutup Korea Utara, Kim Jong-un.
Amerika mengeluarkan pernyataan keras sementara nasib pertemuan Trump-Kim untuk membahas denuklirisasi tidak menentu.
Ketika berbicara di depan para Senator hari Rabu, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengatakan, “Kami sama sekali belum membuat janji konsesi apa pun dengan Ketua Kim hingga saat ini dan kami tidak punya niat untuk melakukannya.”
Keputusan untuk bertemu bulan depan di Singapura terserah pada Korea Utara, kata Pompeo kepada para anggota Senat. Trump mengatakan apa pun sangat mungkin.
“Itu bisa terjadi. Itu bisa saja terjadi. Tapi apa pun itu, itulah kenyataannya. Kami akan tahu minggu depan tentang pertemuan di Singapura, dan jika kami pergi, saya kira itu akan menjadi hal yang hebat bagi Korea Utara.”
Tetapi beberapa anggota Senat merasa skeptis tentang apakah pertemuan berisiko tinggi seperti itu akan membuahkan hasil.
Senator Republik Jeff Flake mengungkapkan pendapatnya. “Biasanya pertemuan seperti ini dengan kedua pemimpin memerlukan negosiasi berbulan-bulan, jika tidak bertahun-tahun, tentang sesuatu yang penting ini. Jadi saya selalu skeptis tentang itu, apakah KTT itu akan menghasilkan sesuatu secepat itu. Tapi mungkin sekarang ada waktu untuk benar-benar menegosiasikan segalanya.”
Sebagian kalangan khawatir bahwa hasrat Trump untuk bertemu dapat berdampak pada negosiasi.
Senator Demokrat Christopher Coons adalah di antara mereka yang memiliki kekhawatiran itu. Dia menyatakan, "Kim Jong-un, seperti ayah dan kakeknya, adalah negosiator yang sangat cakap dan memainkan kendali dengan mengaktifkan dan mematikan semacam kran ekspresi antusiasme publik untuk KTT ini, di antaranya untuk menguji tekad Presiden Trump untuk melanjutkan rencana pertemuan itu.”
Namun, kerja keras Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menyisakan ruang bagi harapan, kata analis Robert Manning dari lembaga kajian nirlaba, Atlantic Council di Washington, D.C.
“Mike Pompeo telah melakukan dua kali perjalanan ke Korea Utara. Dia menghabiskan waktu berjam-jam untuk berbicara dengan Kim Jong-un. Jadi, saya kira ada pemahaman yang pasti sudah tercapai. Saya kira jika ada KTT, akan ada beberapa perjanjian pada prinsipnya. Bagian yang sulit sebenarnya adalah implementasinya,” kata Manning.
Pompeo mengatakan kepada para anggota Senat, bahwa dia telah secara terbuka membahas berbagai isu dengan Kim.
“Saya sudah bicara sejelas-jelasnya mengenai lingkup kerja verifikasi yang diperlukan, yakni semua unsur yang diperlukan agar Amerika memahami bahwa telah terjadi denuklirisasi secara nyata. Dia menunjukkan semua itu. Sebagai gantinya, dia menjelaskan bahwa penting baginya untuk kembali menerima bantuan ekonomi dari Amerika ketika saatnya tiba, ketika tujuan-tujuan itu tercapai,” jelasnya.
Kedua negara tidak memiliki banyak pilihan, tetapi berhubungan satu sama lain, seperti dikatakan oleh Senator Republik James Risch. “Dunia perlu memberikan kesempatan untuk mengusahakan agar berhasil. Alternatifnya tidak terbayangkan.”
Jika terlaksana, pertemuan ini akan menjadi yang pertama setelah beberapa dekade. [lt/ab]