Dalam paparan yang disampaikan di Jakarta, Selasa, Menteri ESDM, Jero Wacik mengungkapkan keinginan agar seluruh pihak realitis dalam menghadapi persoalan energi di tanah air. Menteri ESDM mengingatkan seperti halnya masalah kuota yang dipastikan akan melampaui dari target semula yaitu sekitar 40 juta kilo liter tahun ini, serta lifting minyak yang diharapkan mencapai 1 juta barrel per hari pasti akan sulit tercapai.
Jero Wacik mengatakan, “Menurut angka-angka yang saya punya semua sumur-sumur yang ada itu cenderung turun, kita menjadikan lifting minyak menjadi asumsi penting dalam APBN, itu menjadi andalan utama kita di era dulu, saya sangat pesimis itu bisa dikejar karena sesuatu yang tidak masuk akal, sudah nggak mungkin lah, jadi kalau memang nggak mungkin dicapai baik-baiklah bicara dengan rakyat nggak mungkin tercapai, kalaupun dipaksa-paksa nggak realistis, itu akan menjadi seolah membohongi diri sendiri, wong nggak mungkin kok bilang mungkin.”
Menteri ESDM, Jero Wacik menambahkan, sudah saatnya pemerintah dan masyarakat Indonesia mengandalkan gas sebagai bahan bakar yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan mulai dari kebutuhan rumah tangga hingga industri. Meski diakui menteri ESDM butuh waktu dan proses untuk dapat memahami sekaligus menerima kenyataan bahwa kedepannya nanti gas akan mampu berperan dibanding minyak, namun upaya tersebut harus dimulai dari sekarang.
“Mengapa kita masih terus berpikir minyak menjadi lifting kok itu jadi sasaran sementara gas kita naik, batu bara kita naik, malah angka-angka yang sudah masuk kepada saya kita sudah memproduksi sekarang sekitar 6 juta barrel oil equivalent energy, 3 jutanya batu bara, kemudian 1,5 sampai 2 jutanya gas dan hampir 1 juta itu minyak, jadi saya mengajak mari yang dijadikan lifting adalah lifting energi, jangan lifting minyak karena nggak mungkin itu.”
Menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia, Salis Aprilian, rencana pemerintah untuk mengonversi bahan bakar minyak atau BBM ke bahan bakar gas atau BBG harus didukung karena stok gas dalam negeri sangat mencukupi.
Jika pemerintah melakukan upaya konversi BBM ke BBG dimulai dari membatasi penggunaan BBM berusbsidi April mendatang menurutnya hal yang wajar agar masyarakat juga tidak merasa dipaksa menggunakan BBG dan terkesan mendadak.
“Pemerintah siapnya di bulan April, menurut kami sendiri ini harus persiapan yang massif bukan hanya dari pemerintah saja tapi dari masyarakat juga musti siap, persiapan ini harus benar-benar kerja keras untuk bisa terimplementasi,” ujar Salis Aprilian.
Akhir-akhir ini para menteri bidang ekonomi terus melakukan pertemuan menjelang diberlakukannya pembatasan penggunaan BBM bersubsidi. Pemerintah tidak ingin rencana tersebut kembali gagal dan pemerintah optimistis April mendatang akan berjalan lancar sesuai rencana.