Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin mengundurkan diri, Senin (16/8), kurang dari 18 bulan masa jabatannya. Ia menjadi pemimpin negara itu dengan kekuasaan terpendek setelah mengakui bahwa ia kehilangan dukungan mayoritas untuk memerintah.
Kepergian Muhyiddin akan menjerumuskan Malaysia ke dalam krisis baru di tengah pandemi COVID-19 yang memburuk.
Para pemimpin politik sudah mulai mendesak untuk menduduki posisi teratas itu. Wakil Muhyiddin menggalang dukungan untuk menggantikannya dan menjaga pemerintahan tetap utuh.
Pengunduran diri Muhyiddin terjadi di balik meningkatnya kemarahan publik atas apa yang secara luas dianggap sebagai penanganan pandemi yang buruk oleh pemerintahnya.
Malaysia memiliki salah satu tingkat infeksi dan kematian per kapita tertinggi di dunia, dengan kasus harian menembus 20.000 bulan ini meskipun telah diberlakukan keadaan darurat selama tujuh bulan dan lockdown sejak Juni untuk mengatasi krisis.
Muhyiddin menghentikan parlemen selama berbulan-bulan tahun lalu untuk menggalang dukungan. Dia kembali menangguhkan parlemen sejak Januari dan memerintah dengan peraturan tanpa persetujuan legislatif di bawah keadaan darurat virus corona yang berakhir 1 Agustus.
Mata uang ringgit Malaysia sebelumnya jatuh ke level terendah dalam satu tahun dan pasar saham turun.
Belum jelas siapa yang bisa membentuk pemerintahan berikutnya, mengingat tidak ada yang memiliki mayoritas yang jelas di parlemen, atau apakah pemilu dapat diadakan selama pandemi.
Keputusan konstitusional mungkin akan diserahkan kepada Raja Al-Sultan Abdullah, yang dapat menunjuk seorang perdana menteri dari kalangan anggota parlemen terpilih. Raja akan menunjuk orang yang menurutnya paling mungkin memimpin mayoritas.
Pengunduran diri Muhyiddin dapat mengembalikan jabatan perdana menteri ke Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), 'partai tua besar' Malaysia, yang tidak terpilih dalam pemilu 2018 karena dicemari tuduhan korupsi. [ka/ab]