Mary-Ann Parkin biasanya merokok 20 batang per hari sampai ia tahu bahwa ia hamil. Parkin mengemukakan,"Saya mendapati bahwa saya hamil. Saya ketahui saya hamil dua minggu begitu tes kehamilan mengatakan demikian, saya praktis berhenti merokok dua hari kemudian.”
Sadar akan bahaya merokok, Parkin segera menghentikan kebiasaannya itu dengan dukungan unit kebidanan setempat, yang kemudian secara rutin melakukan tes karbon monoksida terhadapnya.
Telah lama diketahui bahwa merokok pada masa kehamilan mengandung risiko. Akan tetapi hasil penelitian baru menunjukkan bahwa perempuan yang merokok ketika hamil menghadapi risiko 2,6 kali lipat melahirkan prematur. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat estimasi sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan Universitas Cambridge itu juga mendapati bahwa jika sang ibu merokok, bayinya empat kali lipat kemungkinannya bertubuh lebih kecil.
Gordon Smith adalah profesor kebidanan dan kandungan di Universitas Cambridge. Ia mengatakan,"Yang baru mengenai ini adalah besaran efeknya. Tetapi kepustakaan yang ada menunjukkan peningkatan yang relatif kecil dalam hal risiko buruknya. Yang kami lihat adalah ini menunjukkan ad peningkatan risiko yang berkali-kali lipat.”
Riset baru berfokus pada rokok, bukannya rokok elektronik atau vaping yang menurut Deputi Direktur Eksekutif Action on Smoking and Health Inggris Hazel Cheeseman tidak terlalu berbahaya.
Cheeseman mengatakan,"Ada penelitian besar, tes terkontrol secara acak yang dilakukan dan ini memperlihatkan bahwa perempuan lebih besar kemungkinannya berhenti merokok jika mereka menggunakan rokok elektronik dan bahwa ini mengurangi kemungkinan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan dampak buruk kehamilan lainnya.”
Riset ini mendapati bahwa konsumsi kafein tidak ada kaitannya dengan dampak buruk pada kelahiran. Akan tetapi, terlepas dari peringatan mengenai rokok, 8,8 persen perempuan hamil di Inggris masih tetap merokok. [uh/ab]
Forum