Kantor kepresidenan Mesir menyatakan mulai Rabu (14/8) memberlakukan keadaan darurat selama satu bulan di seluruh negara tersebut setelah tentara bentrok dengan pendukung presiden terguling Mohamed Morsi di Kairo dan kota-kota lainnya.
Pengumuman tersebut ditayangkan di stasiun televisi nasional tak lama setelah Departemen Kesehatan mengatakan 95 orang telah tewas di Kairo dan di tempat lain akibat bentrokan dengan pendukung Morsi mulai pada hari sebelumnya.
Kelompok pro-Morsi telah mengatakan jumlah korban jauh lebih tinggi daripada jumlah yang diumumkan pemerintah. Angka mereka tidak bisa diverifikasi secara independen. Media pemerintah Mesir mengatakan setidaknya dua anggota pasukan keamanan telah tewas dalam bentrokan.
The Associated Press melaporkan bahwa seorang juru kamera untuk media Inggris Sky News dan reporter sebuah surat kabar yang berbasis di Dubai juga tewas dalam kekerasan.
Kantor berita Reuters mengatakan setidaknya sembilan orang tewas pada hari Rabu di provinsi Fayoum, selatan Kairo, setelah terjadinya bentrokan di kantor polisi antara pendukung Morsi dan pasukan keamanan.
Adel Abdel Ghafar, dosen tamu dengan American University di Kairo, mengatakan kepada VOA bahwa informasi sebenarnya mengenai yang terjadi Rabu ini, mungkin tak akan segera diketahui, karena diselimuti suasana bermuatan politis.
"Media sangat terpolarisasi. Orang-orang di Twitter yang terpecah-belah. Saya pikir akan butuh waktu setidaknya satu atau dua hari untuk memverifikasi korban."
Polisi Mesir dengan buldozer dan mobil lapis baja, menembakkan gas air mata di lokasi protes. Tayangan televisi menunjukkan asap mengepul di atas lokasi protes dan helikopter militer berputar-putar di langit. Media pemerintah mengatakan sekitar 35 pengunjuk rasa telah ditangkap.
Berbagai laporan mengatakan lokasi protes Lapangan Nahda, dekat Universitas Kairo, telah sepenuhnya dibersihkan dan dikosongkan dan tentara telah menutup jalan menuju universitas. Layanan kereta api keluar dan masuk Kairo telah dihentikan untuk sementara.
Layla Moustafa, seorang aktivis pro-Morsi, mengatakan kepada VOA pasukan keamanan memulai aksinya dari pagi hari.
"Ada penembak jitu di atap bangunan dekat Rabaa. Penembakan mulai dari sekitar pukul tujuh pagi hari dan berlangsung sampai sekarang."
Dia mengatakan penindakan oleh pasukan keamanan tidak akan memadamkan aksi protes.
"Pengunjuk rasa sudah kembali turun ke jalan di seluruh Mesir."
Para pejabat dan saksi mengatakan kerusuhan Selasa dimulai ketika ratusan pendukung Morsi berbaris di depan gedung-gedung pemerintahan untuk memrotes pemerintah sementara yang didukung militer, setelah militer Mesir menggulingkan Morsi.
Penduduk setempat dan pemilik-pemilik toko yang mendukung kudeta atas Morsi melemparkan batu pada pendukung Morsi berbaris di depan Kementerian Dalam Negeri. Para pengunjuk rasa membalas dengan melemparkan batu dan polisi menembakkan gas air mata untuk mencoba untuk memadamkan konfrontasi di jalanan antara pendukung Morsi dan lawannya.
Lebih dari 250 orang telah tewas dalam kekerasan politik sejak penggulingan Morsi 3 Juli lalu.
Pengumuman tersebut ditayangkan di stasiun televisi nasional tak lama setelah Departemen Kesehatan mengatakan 95 orang telah tewas di Kairo dan di tempat lain akibat bentrokan dengan pendukung Morsi mulai pada hari sebelumnya.
Kelompok pro-Morsi telah mengatakan jumlah korban jauh lebih tinggi daripada jumlah yang diumumkan pemerintah. Angka mereka tidak bisa diverifikasi secara independen. Media pemerintah Mesir mengatakan setidaknya dua anggota pasukan keamanan telah tewas dalam bentrokan.
The Associated Press melaporkan bahwa seorang juru kamera untuk media Inggris Sky News dan reporter sebuah surat kabar yang berbasis di Dubai juga tewas dalam kekerasan.
Kantor berita Reuters mengatakan setidaknya sembilan orang tewas pada hari Rabu di provinsi Fayoum, selatan Kairo, setelah terjadinya bentrokan di kantor polisi antara pendukung Morsi dan pasukan keamanan.
Adel Abdel Ghafar, dosen tamu dengan American University di Kairo, mengatakan kepada VOA bahwa informasi sebenarnya mengenai yang terjadi Rabu ini, mungkin tak akan segera diketahui, karena diselimuti suasana bermuatan politis.
"Media sangat terpolarisasi. Orang-orang di Twitter yang terpecah-belah. Saya pikir akan butuh waktu setidaknya satu atau dua hari untuk memverifikasi korban."
Polisi Mesir dengan buldozer dan mobil lapis baja, menembakkan gas air mata di lokasi protes. Tayangan televisi menunjukkan asap mengepul di atas lokasi protes dan helikopter militer berputar-putar di langit. Media pemerintah mengatakan sekitar 35 pengunjuk rasa telah ditangkap.
Berbagai laporan mengatakan lokasi protes Lapangan Nahda, dekat Universitas Kairo, telah sepenuhnya dibersihkan dan dikosongkan dan tentara telah menutup jalan menuju universitas. Layanan kereta api keluar dan masuk Kairo telah dihentikan untuk sementara.
Layla Moustafa, seorang aktivis pro-Morsi, mengatakan kepada VOA pasukan keamanan memulai aksinya dari pagi hari.
"Ada penembak jitu di atap bangunan dekat Rabaa. Penembakan mulai dari sekitar pukul tujuh pagi hari dan berlangsung sampai sekarang."
Dia mengatakan penindakan oleh pasukan keamanan tidak akan memadamkan aksi protes.
"Pengunjuk rasa sudah kembali turun ke jalan di seluruh Mesir."
Para pejabat dan saksi mengatakan kerusuhan Selasa dimulai ketika ratusan pendukung Morsi berbaris di depan gedung-gedung pemerintahan untuk memrotes pemerintah sementara yang didukung militer, setelah militer Mesir menggulingkan Morsi.
Penduduk setempat dan pemilik-pemilik toko yang mendukung kudeta atas Morsi melemparkan batu pada pendukung Morsi berbaris di depan Kementerian Dalam Negeri. Para pengunjuk rasa membalas dengan melemparkan batu dan polisi menembakkan gas air mata untuk mencoba untuk memadamkan konfrontasi di jalanan antara pendukung Morsi dan lawannya.
Lebih dari 250 orang telah tewas dalam kekerasan politik sejak penggulingan Morsi 3 Juli lalu.