Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, Selasa (4/8), bahwa pelemahan nilai tukar rupiah akhir-akhir ini lebih disebabkan faktor eksternal.
Ia menambahkan bahwa fundamental ekonomi masih kuat, meski diakuinya bahwa cadangan devisa berkurang akibat intervensi BI agar rupiah tidak terus terpuruk.
“Kita optimis dengan ekonomi Indonesia tahun 2015 ini. Rupiah memang ada tekanan, terutama karena eksternal, ada penguatan ekonomi Amerika, pernyataan bahwa Amerika akan menaikkan tingkat bunga. Nanti ini kalau sudah jelas ada kenaikan (suku bunga AS), situasi kita harapkan terkelola lebih stabil, apalagi kalau reformasi kita bisa terus jalankan. Soal intervensi, kita dari waktu ke waktu selalu intervensi dan itu kelihatan cadangan devisa kita juga ada penurunan," ujarnya dalam jumpa pers di Gedung BI bersama tim menteri-menteri ekonomi.
Agus menambahkan, pemerintah dan BI tidak hanya fokus pada upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, melainkan juga menjaga stabilitas.
“Kalau mau mengejar pertumbuhan ekonomi kita ingin meyakinkan pertumbuhan ekonomi kita berkesinambungan dan seimbang, dengan catatan ekonomi makro terjaga stabilitasnya. Kita tidak ingin mengejar pertumbuhan ekonomi yang berlebihan tetapi nanti akan ada gejolak di stabilitas ekonomi makro. Jadi bukan berarti kita mendahulukan stabilitas dan melupakan pertumbuhan, tidak," ujarnya.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menekankan bahwa situasi global telah menekan ekonomi Indonesia akhir-akhir ini.
“Yang harus kita lakukan sekarang adalah mencoba mendorong pertumbuhan sekaligus menjaga kestabilan karena yang terjadi pada kondisi hari-hari ini di global bisa mengancam kestabilan perekonomian”
Meski harga minyak mentah dunia sedang turun sehingga dari sisi impor sangat membantu, melemahnya nilai tukar rupiah akan berdampak negatif terhadap anggaran negara terkait pengadaan bahan bakar minyak karena pemerintah harus membeli dengan dolar Amerika.
Namun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said menegaskan, melemahnya nilai tukar rupiah akhir-akhir ini belum sampai mengganggu anggaran negara untuk BBM. Bahkan, menurutnya, pemerintah masih mengacu pada kemampuan daya beli masyarakat dalam menetapkan harga BBM namun juga tidak akan mengubah kebijakan subsidi.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan menghapus subsidi BBM jenis premium karena dinilai memberatkan anggaran negara, dan harga premium disesuaikan pada harga minyak mentah dunia. Subsidi hanya diberikan untuk BBM jenis solar.
“Harga BBM Pertamina masih dijual lebih rendah dari pada harga keekonomian dan itu bukan sesuatu yang tidak kita pantau. Kita memilih kebijakan melihat situasi daya beli masyarakat dan membantu para pengusaha yang sedang dalam tekanan ini, untuk lebih bisa punya perencanaan yang stabil," ujarnya.
"Dan pada waktunya kita akan melihat keseluruhan. Mengenai kebijakan subsidi tidak ada perubahan, kita akan konsisten dengan kebijakan itu dan pada waktunya disesuaikan harga keekeonomian, hanya kita menunggu waktu yang baik untuk melakukannya.”