Lagu-lagu yang dibatasi penyiarannya ini antara lain ‘That’s What I Like’ Bruno Mars, ‘Shape of You’ Ed Sheeran, dan ‘Overdose’ Agnez Mo. Ada total 17 lagu yang masuk kategori ‘dewasa’ dan hanya boleh diputar pada pukul 22.00-03.00 WIB.
Pembatasan yang ditetapkan pada 18 Februari 2019 ini langsung menuai penolakan dari masyarakat umum dan sejumlah musisi. Di jagat maya, netizen mempertanyakan regulasi tersebut dengan beberapa alasan. Pertama, audiens atau pendengar belum tentu memperhatikan dan mengerti isi lagu-lagu itu karena liriknya bahasa Inggris; kedua, apakah masyarakat betul-betul berpikiran mesum hanya karena mendengarkan lagu; dan ketiga, efektivitasnya karena lagu itu tetap bisa didengar kapan pun di platform digital seperti Spotify dan Youtube.
Namun, Ketua KPID Jawa Barat Dedeh Fardiah mengatakan, pembatasan ini untuk melindungi anak-anak dari konten dewasa. Dia khawatir anak-anak meniru perbuatan yang digambarkan dalam lagu-lagu itu.
“Saya kira anak-anak sekarang tidak bodoh, dia bisa Googling lirik. Oh, artinya ini. Kemudian dikhawatirkan karena mulai tahu, kemudian sikapnya (berubah), secara afeksinya juga dia jadi gimana,” jelasnya kepada VOA saat dihubungi.
KPID Jawa Barat pada 2016 telah melakukan pembatasan yang sama terhadap belasan lagu dangdut.
Sementara itu, dia mengatakan platform digital memang bukan kewenangan lembaganya.
Dalam sepuluh hari, debat ini pun sampai ke telinga musisi Amerika Serikat, Bruno Mars. Lewat Twitter, penyanyi internasional ini mempertanyakan dasar regulasi itu. Dia juga menyalahkan Ed Sheeran yang dia anggap memuat lirik lagu cabul. Rangkaian cuitan Bruno sudah di-retweet puluhan ribu kali.
Perhatian internasional itu, kata Dedeh, sudah diantisipasi sebelumnya. Namun doktor komunikasi lulusan Universitas Padjajaran (Unpad) ini mengatakan, regulasi itu telah melalui proses panjang dan melibatkan para ahli.
Analisa Para Ahli
Wacana pembatasan lagu-lagu berbahasa Inggris yang dinilai berlirik vulgar tersebut dimulai pada 2018 setelah KPID Jawa Barat menerima aduan masyarakat. Lembaga ini pun memantau total 86 lagu berbahasa Inggris.
Lembaga ini pun menggelar Rapat Dengar Pendapat Ahli (RDPA) yang mengundang lima orang ahli, terdiri atas bidang komunikasi, bahasa dan sastra, juga budayawan. Para ahli ini diminta melakukan ‘analisis teks’ —sebuah metode penelitian ilmu komunikasi dan bahasa— untuk mengungkap makna-makna dari lirik lagu tersebut.
“Diteliti satu-satu kan aduan-aduan itu. Dicermati makna kalimatnya. Detail dan tebal. Karena satu per satu kalimatnya dan lirik-lirik. Analisis teks, jadi per kalimat ini maknanya apa,” jelas Dedeh yang pernah jadi editor jurnal terakreditasi “Sosial dan Pembangunan” LPPM Universitas Islam Bandung (Unisba).
KPID mengundang para ahli dan perwakilan industri penyiaran lewat sejumlah Diskusi Kelompok Terpandu (FGD). Pleno terakhir pada 11 Oktober 2018 memutuskan, lagu-lagu ini dinilai tidak sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS).
PRSSNI Jabar Tidak Keberatan
Meski aturan itu menuai penolakan di jagat maya, Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Jawa Barat menyatakan tidak keberatan. Basyith Patria, yang ditunjuk asosiasi itu untuk bicara, mengatakan regulasi itu ingin menjaga frekuensi publik.
PRSSNI Jawa Barat, yang beranggotakan 110 radio di seluruh kabupaten/kota, mengatakan stasiun radio tidak terlalu terdampak dengan aturan itu.
“Kami kan sesungguhnya masih banyak konten lagu yang bisa kita putarkan, termasuk dari penyanyi yang sama. Kan kami masih bisa putarkan lagu Bruno Mars yang lain yang secara lirik masih sesuai,” jelasnya kepada VOA.
Dia menduga, penolakan dari masyarakat disebabkan kontroversi RUU Permusikan yang kini tengah bergulir.
“Ada beberapa yang masih menganggap pembatasan jam siaran ini ada kaitannya dengan RUU Permusikan yang dianggap akan mengkerdilkan musisi dan sebagainya. Ada yang mengaitkan begitu,” paparnya.
Meski mendukung surat edaran ini, Basyith mendesak KPID Jawa Barat untuk menjawab keresahan masyarakat di bidang penyiaran. Misal, dorongan untuk menertibkan acara-acara hiburan di televisi seperti sinetron.
“Ada keluhan-keluhan publik yang lain. Misalnya publik sekarang —kalau saya ikuti juga di media sosial—mereka mendesak untuk sinetron ditertibkan. Nah saya juga sepakat,” tuturnya. [rt/em]