Warga Maroko larut dalam kekecewaan menyusul terkuburnya mimpi Tim Singa Atlas untuk mengalahkan juara bertahan Prancis di babak semifinal Piala Dunia 2022 pada Rabu (14/12) waktu setempat. Namun di tengah kekecewaan itu, terselip rasa bangga di rakyat negara yang disebut dengan Al Maghrib Al Aqsa, bahwa tim mereka berhasil menembus semifinal Piala Dunia yang mengundang air mata kebahagiaan di seluruh dunia Afrika dan jazirah Arab.
Saat gol kedua Prancis masuk, suara pendukung Maroko di Stadion Al-Bayt Qatar yang semula memekakkan telinga tiba-tiba menjadi sunyi. Keheningan itu tak hanya terjadi di Ibu Kota Maroko Rabat dan Casablanca, tetapi juga di Beirut, Kairo dan Dakar.
Seorang perempuan berbaju hijau, duduk di barisan pendukung yang sebelumnya sibuk dengan bersorak sepanjang pertandingan, duduk terdiam. Tangannya terkatup di depan bibirnya saat menyaksikan menit-menit terakhir kekalahan Maroko.
Di perhelatan Piala Dunia pertama yang diadakan di negara Arab, dan yang diawali dengan banyakkejutan, Maroko berhasil menjadi tim Arab pertama yang mencapai babak perempat final dan tim Afrika pertama yang mencapai semifinal.
Lama setelah peluit panjang tanda berakhirnya laga, ketika tim Prancis yang menang telah meninggalkan lapangan, para pemain Maroko tetap bertahan. Mereka menikmati rasa cinta yang muncul di stadion yang dibalut warna merah dan hijau, warna bendera Maroko. Mereka pun melakukan sujud syukur, sesuatu yang juga mereka lakukan di saat meraih kemenangan.
"Kami sangat bangga dengan tim ini... kami telah membuat sejarah sehingga kami tidak bisa menyalahkan mereka atas (kekalahan dalam) pertandingan ini," kata Mohamad Alaoui, 24, seorang mahasiswa Maroko yang mengatakan ia telah melakukan perjalanan dari London untuk menonton Piala Dunia dan tak pernah absen di setiap pertandingan Maroko.
"Mereka memainkan permainan yang hebat, tetapi keberuntungan tidak berpihak pada kami," kata seorang suporter Bernama Oussama Abdouh di Casablanca.
"Namun tetap saja, kami melawan juara bertahan gelar, (tim Maroko) itu hebat.
"Lebih dari Piala Dunia, tim ini membuat kami bermimpi sampai akhir, dan hanya untuk itu, saya angkat topi untuk mereka," katanya.
Hujan menerpa Ibu Kota Rabat pada Rabu malam dan suasananya jauh dari kegembiraan dari kemenangan bersejarah pada turnamen-turnamen sebelumnya yang membawa Singa Atlas hampir mencapai final Piala Dunia, tim Arab atau Afrika pertama yang mencapai pencapaian tertinggi sejauh ini.
Kali ini, tak ada suara klakson mobil dan penabuh genderang yang dibunyikan.
"Tim nasional telah menunjukkan keajaiban sejak dimulainya Piala Dunia," kata Rachid Sabbiq, seorang pedagang kaki lima di distrik kelas pekerja Derb Sultan di Casablanca, sebelum pertandingan.
"Tidak masalah apakah mereka menang atau kalah, mereka telah mendapatkan rasa hormat dan kekaguman dari semua orang Maroko, dan itu tak ternilai harganya," katanya.
Meski kalah, penguasa Raja Mohammed VI mengirimkan "ucapan selamat yang hangat" kepada seluruh anggota tim karena telah "membuat rakyat Maroko terhormat", menurut kantor berita nasional MAP.
Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang berada di stadion untuk pertandingan tersebut, memimpin penghormatan kepada tim Maroko. "Kepada teman-teman Maroko kami: selamat atas perjalanan indah ini. Anda telah membuat sejarah sepak bola," cuitnya.
Dukungan Internasional
Kesuksesan tim juga berhasil meraih dukungan jauh di seluruh benua.
“Maroko telah membuat seluruh benua bangga,” kata Sidibey Zoumana, dari Pantai Gading, yang tinggal di negara itu sejak 2018.
"Saya telah menyaksikan kemajuan mereka seolah-olah itu adalah negara saya sendiri."
Dari Gaza hingga Senegal, kesuksesan tim telah mengubah citra Maroko.
"Mereka membuktikan bahwa tim Afrika bisa maju, dan benar-benar bersaing," kata Said Mouhssine, 48, usai pertandingan. [ah/rs]
Forum