Para pemimpin dunia berkumpul, Senin (9/23), di New York untuk KTT PBB soal perubahan iklim. Presiden AS Donald Trump menyempatkan diri untuk hadir sebentar pada KTT itu tanpa berpidato. Trump malah menghadiri sebuah forum yang ditujukan untuk menggalang usaha global untuk melindungi kebebasan beragama.
Sekitar 60 presiden dan perdana menteri berpidato pada KTT Iklim PBB tahun 2019. Mereka menyampaikan pidato mereka mengenai topik-topik yang mencakup usaha menghindari penggunaan batubara dan menggantikannya dengan sumber-sumber energi terbarukan; mencegah dan menanggapi bencana; dan pendanaan perubahan iklim.
Dalam pidato pembukaannya, Sekjen PBB Antonio Guterres menegaskan pentingnya KTT iklim dan menantang para pemimpin dunia untuk menghadirkan rencana konkret dan bukan sekedar pidato yang indah. Ia juga memuji semangat generasi muda dalam usaha memerangi perubahan iklim.
“Saya yakin ini keputusan semua pengambil keputusan di dunia untuk tidak hanya mendengar suara orang-orang muda dan melakukan apa yang mereka minta, namun juga mendukung aksi mereka untuk menggalang tindakan mengatasi perubahan iklim di berbagai penjuru dunia,” jelasnya.
Presiden AS Donald Trump sebelumnya dilaporkan tidak akan hadir pada KTT itu. Hari Senin (23/9), Presiden Trump dijadwalkan menghadiri sebuah pertemuan mengenai penindasan kelompok minoritas agama, khususnya Kristen, sebelum mengadakan pembicaraan terpisah dengan para pemimpin dari Pakistan, Polandia, Selandia Baru, Singapura, Mesir dan Korea Selatan. Namun, ternyata, Trump akhirnya menyempatkan diri untuk hadir tidak lebih dari 14 menit dan tanpa berpidato.
Menjelang sidang Majelis Umum ke-74, PBB merilis sebuah laporan yang disusun Organisasi Meteorologi Dunia yang menunjukkan adanya percepatan polusi karbon, peningkatan permukaan air laut, peningkatan temperatur global, dan penyusutan lapisan es.
Perjanjian Iklim Paris 2015, yang telah diratifikasi 186 negara, menyerukan terselenggaranya tindakan-tindakan untuk mencegah laju peningkatan temperatur global melebihi dua derajat Celsius, dengan cara menurunkan emisi gas rumah kaca. AS, sebagai salah satu produsen terbesar emisi gas rumah kaca, di bawah Presiden Trump, telah mengumumkan akan meninggalkan perjanjian Iklim Paris tersebut.
Indonesia sendiri menegaskan komitmennya terhadap kesepakatan iklim Paris. Wakil Presiden Jusuf Kalla yang memimpin delegasi Indonesia, mengatakan, “Indonesia adalah bagian dari paru-paru dunia, lung of the world. Itu berarti suatu hal yang perlu dijaga. Tapi kenapa itu rusak? Lha, 50 tahun lalu kita masih memiliki 150 juta hektar hutan, sekarang sisanya 90 juta hektar hutan. Hutan telah dirusak untuk kebutuhan dunia, dan kita harus bekerjasama mengatasi itu. Hutan untuk menjaga iklim dunia. Kita harus berupaya memerangi perubahan iklim.”
Jusuf Kalla juga mengatakan Indonesia berusaha mengembangkan berbagai kebijakan terkait perubahan iklim, dengan meningkatkan pengembangan energi terbarukan, pengelolaan hutan dan lahan, dan menggelar program iklim di lingkungan perkotaan dan pedesaan.
Presiden Trump dijadwalkan menyampaikan pidatonya di hadapan Majelis Umum PBB pada Selasa pagi (24/9). Menurut keterangan seorang pejabat pemerintah, pidato Trump akan menyoroti komitmen pemerintahannya untuk menegakan demokrasi dan melindungi kebebasan beragama.
Setelah berpidato, Trump akan bertemu PM Inggris Boris Johnson, PM India Narendra Modi dan Presiden Irak Barham Salih.
Pidato-pidato Trump sebelumnya di PBB mengundang beragam reaksi. Pada 2017. Ia menyampaikan pidato sengit dengan menyebut diktator Korea Utara Kim Jong Un sebagai‘Little Rocket Man’. Pada tahun lalu, Trump sesumbar pemerintahannya berhasil mencetak lebih banyak prestasi ketimbang pemerintahan-pemerintahan di AS sebelumnya, pernyataan yang sempat disambut dengan gelak tawa. [mg/ab]