Kematian Mahsa Amini ketika berada dalam tahanan polisi moral Iran, melanggar hukum. Misi pencari fakta PBB mengatakan itu pada Senin (18/3).
Mereka juga menambahkan bahwa kematian perempuan Iran dari suku Kurdi berusia 22 tahun itu disebabkan oleh kekerasan, dan bahwa perempuan Iran masih menghadapi diskriminasi sistematik.
Kepala misi PBB, Sara Hossain, mengatakan itu di Jenewa.
“Temuan kami menunjukkan, berdasar pemeriksaan dokumen medis dan juga bukti pola perlakuan terhadap perempuan dalam situasi semacam ini, bahwa kematian Jina Mahsa Amini terbukti melanggar hukum, dan kami percaya bahwa negara bertanggung jawab atas itu.”
Kematian Amini pada September 2022, setelah diduga sengaja melanggar aturan berpakaian Islami di Iran, memancing protes selama berbulan-bulan dan menjadi tantangan terbesar bagi ulama-ulama yang menjadi pemimpin di Republik Islam itu selama beberapa dekade.
“Ada pelanggaran HAM yang serius dalam kaitannya dengan protes itu. Termasuk di dalamnya kematian di luar hukum, eksekusi tanpa pengadilan, penggunaan kekuatan yang tidak perlu dan tidak proporsional, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan dan perlakuan kejam, kekerasan seksual dan pemerkosaan, penghilangan paksa dan persekusi berbasis gender, persinggungan antara kesukuan dan agama. Maksud saya, mengambil gagasan tentang perempuan, kehidupan, kebebasan dan kemudian memutarbalikkannya. Dan sebagai konsekuensinya, kami juga menemukan adanya kejahatan melawan kemanusiaan telah terjadi,” papar Hossain.
Sekjen Dewan Tinggi HAM Iran, Kazem Gharib Abadi, mencela misi tersebut.
“Apa yang disebut sebagai misi pencari fakta ini, telah dirusak oleh kurangnya independensi dan ketidakberpihakan yang sangat mencolok,” kata dia.
Secara terpisah, pelapor PBB juga mencatat bahwa pejuang HAM yang dipenjara, Narges Mohammadi, menderita sejumlah persoalan kesehatan yang parah.
Hossain mengatakan, bahwa pemenang Hadiah Nobel itu ditolak dari akses kesehatan karena tidak mematuhi kewajiban mengenakan hijab.
Perempuan dan remaja putri di Iran, terus menghadapi diskriminasi setiap hari, tambah dia. Dia mencatat, “sulit dipahami” bahwa akses perempuan untuk sekolah, kesehatan, pengadilan dan pekerjaan menjadi bagian dari apa yang dia gambarkan sebagai “persyaratan sewenang-wenang terkait kewajiban mengenakan hijab”. [ns/uh]
Forum