Parlemen di negara bekas pecahan Uni Soviet Moldova, yang dikendalikan oleh anggota parlemen pro-Barat, pada Kamis (26/12) menyetujui strategi pertahanan 10 tahun yang menyerukan peningkatan belanja pertahanan sebagai bagian dari rencana untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Pihak oposisi yang pro terhadap Rusia mengejek dokumen itu sebagai sesuatu yang sia-sia untuk melawan Rusia mengingat luas wilayah dan angkatan bersenjata Moldova yang kecil.
Dokumen yang dipresentasikan oleh Menteri Pertahanan Anatolie Nosatii ini bertujuan untuk meningkatkan belanja pertahanan pada tahun 2030 menjadi 1% dari produk domestik bruto dengan sejumlah angka yang menunjukkan peningkatan telah dilakukan.
“Langkah pertama untuk mengimplementasikan hal ini diambil setelah dimulainya perang di Ukraina, yaitu dengan meningkatkan sumber daya anggaran untuk pertahanan menjadi 0,39% pada tahun 2022, dan 0,55% pada tahun 2023,” kata dokumen itu.
Sebagai salah satu negara termiskin di Eropa, yang terletak di antara Ukraina dan anggota Uni Eropa Rumania, Moldova merupakan kandidat untuk bergabung dengan Uni Eropa di mana keanggotaannya baru akan ditetapkan pada tahun 2030. Moldova tidak mempertimbangkan untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) karena sesuai konstitusinya, negara tersebut berstatus netral.
Dokumen itu mengatakan status netral Moldova mengharuskannya meningkatkan kemitraan dengan berbagai negara dan organisasi internasional untuk memperkuat pertahanan nasionalnya.
Invasi Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari 2022 telah mengejutkan Moldova, terlebih ketika pecahan pesawat tak berawak mendarat di wilayahnya dan rudal yang ditujukan ke Ukraina melewati wilayah udaranya.
Presiden Moldova yang pro-Barat, Maia Sandu, terpilih kembali untuk masa jabatan kedua dalam pemilu pada November lalu, meskipun dengan selisih lebih kecil dari perkiraan. Ia sempat menuduh Rusia berusaha menggulingkan pemerintahannya.
Anggota Partai Sosialis pro-Moskow, Adrian Albu, menganggap dokumen tersebut tidak ada artinya.
"Jika, amit-amit, kita menjadi sasaran serangan dari Federasi Rusia, menurut Anda berapa lama Moldova akan menahan agresi semacam itu?" tanya Albu kepada menteri.
Dokumen itu juga menyebutkan risiko meluasnya konflik di Ukraina, khususnya di sekitar pelabuhan Laut Hitam Odessa, yang dekat dengan perbatasan Moldova. [em/rs]
Forum