Suara kendaraan bermotor semakin dirasakan mengganggu bagi banyak orang di kota-kota besar Indonesia. Salah seorang dari mereka adalah Destha Asikin di Jakarta.
“Saya tuh suka keganggu banget ya dengan suara motor yang berisik. Kayak motor-motor yang knalpotnya suka dimodifikasi gitu ya. Jadi kebetulan saya itu kan kerja di daerah Kuningan, dan biasanya saya tuh suka naik Trans Jakarta tiap berangkat dan pulang kantor," katanya.
"Nggak tahu kenapa ya kalo di halte busway yang di daerah Kuningan tuh tempat saya nunggu Trans Jakarta, suka sering tuh lewat motor-motor yang berisik gitu ya, dari jauh udah kedengeran tuh kayak 'nggguunng’ gitu. Bunyinya tuh tajem banget, nggak cuma di kuping tapi kadang kayak nusuk di dada juga gitu ya," keluh Destha.
Pegawai swasta ini mempertanyakan apakah ada peraturan yang diaplikasikan dalam masyarakat, karena ia yakin banyak orang lain juga yang merasa terganggu.
Indra Prasetyo, Ketua Komisi Komunitas Sepeda Motor IMI (Ikatan Motor Indonesia) Pusat, menegaskan ada regulasi terkait hal itu.
“Sudah ada peraturan di mana ada batas suara knalpot motor. Namun, penerapannya belum sesuai nih. Pihak kepolisian juga sedang berusaha menerapkan prosedur yang sesuai agar nggak salah kaprah. Salah satunya, pihak kepolisian mengajak para produsen knalpot after-market untuk berlisensi SNI (Standar Nasional Indonesia).”
Arus lalu lintas di Jakarta memang padat. Tidak heran kalau tingkat kebisingan di sana tinggi dan menjadi salah satu faktor polusi suara yang signifikan.
Salah satu solusi alternatif untuk mengatasi masalah itu adalah motor listrik, kata Roman Nedielka. Warga Slovakia yang sudah lebih dari 6 tahun menetap di Indonesia ini berkeliling dunia dengan mengendarai sepeda motor bertenaga listrik. Ia memulai, dan mengakhiri perjalanannya, di Indonesia. Misi utamanya, meningkatkan kesadaran akan polusi suara dan bahwa ada solusi alternatif untuk mengatasinya.
Sewaktu singgah di Washington, D.C., kepada VOA, Roman menjelaskan mengapa perjalanannya ini penting bagi Indonesia.
Menurut Roman, jauh lebih berdampak kalau kita menunjukkan kemungkinan sepeda motor listrik untuk Indonesia, karena di situlah sepeda motor digunakan. Di Indonesia dampaknya akan jauh lebih besar karena di sana orang menggunakan kendaraan beroda dua seperti skuter atau sepeda motor. Juga, karena dia tinggal di Indonesia, di mana ia melihat apa yang mungkin terjadi apabila orang-orang mulai menggunakan sepeda motor listrik.
Roman menambahkan bahwa ia bisa melihat betapa motor listrik dapat mengubah kelayakan dan kualitas hidup. Tidak hanya lebih baik untuk lingkungan dalam jangka panjang, namun juga efek langsung berkurangnya kebisingan akan sangat menakjubkan. Jadi, dalam bayangannya, masa depan Jakarta akan lebih tenang dan lebih bersih.
Perjalanan Roman sampai di Washington, D.C. membawanya melewati benua Asia dan Eropa. Dalam rutenya kembali ke Indonesia, ia juga melewati Australia. Saat ditanyakan VOA bagaimana ia merawat motornya agar tetap lancar sepanjang perjalanan, ia menjawab:
Roman mengatakan ia tidak perlu melakukan perawatan apapun sepanjang perjalan yang ia tempuh dari Jakarta ke Washington, D.C., sebanyak 25 ribu kilometer. Ia hanya mengganti ban dan rem, namun tidak ada oli yang harus diganti atau perawatan khusus dalam bentuk apapun, jadi mesin listrik tersebut benar-benar dapat diandalkan, dan tentunya baik untuk lingkungan. Roman menyimpulkan apabila kita menggabungkan kendaraan listrik dengan energy yang dihasilkan dari sumber daya terbarukan, maka kita akan menghasilkan sebuah siklus mobilitas tanpa emisi.
Menurut Indra Prasetyo, peminat motor listrik di Indonesia sudah cukup banyak. Namun, mayoritas penggunanya adalah para pekerja layanan transportasi online. Karena,
“Biayanya cukup murah, terutama mereka tidak perlu mengisi bensin ya. Dan motor listrik banyak juga digunakan di kompleks-kompleks perumahan. Jadi dari rumah, naik motor listrik untuk ke convenience store yang terdekat lah, jadi nggak perlu naik motor besar, atau mobil, itu cukup praktis untuk orang-orang rumah. Tapi kalo di jalan raya memang belum banyak ya, karena menurut saya pribadi motor listrik agak berbahaya karena dia sepi, nggak ada suara, jadi kita nggak tahu kalo dia menyusul kita," paparnya.
Alasan suara mesin sebagai faktor keselamatan juga diutarakan oleh para diaspora Indonesia peminat motor konvensional, seperti Ismet Chalid. Ia biasa mengendarai motor bermesin besar bersama teman-temannya.
“Suara motor gede faktor safety juga. Kalau suaranya gede kan (para pengendara) mobil tahu, jadi si driver itu aware kalau ada motor. Jadi, dia bisa hati-hati," ujar Indra.
Roman Nedielka menyadari banyak orang yang menggunakan pendengaran sebagai orientasi keberadaan motor pada lalu lintas. Namun menurutnya dalam berkendara, kita harus bersikap sama seperti hendak menyeberang jalan: harus selalu tetap melihat ke arah kiri dan kanan sebelum melangkah.
Apapun penerimaan masyarakat, motor listrik sebagai solusi alternatif dalam membantu mengurangi polusi suara tentu akan memerlukan penyesuaian dari para pengguna dan komunitasnya. [aa/ka]
Forum