Sejak beroperasi mulai 24 Maret 2019 lalu, Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta yang membentang 16 kilometer dari Lebak Bulus sampai Bundaran HI, perlahan namun pasti mengubah budaya masyarakat Jakarta. Tidak sedikit, dari mereka yang beralih menggunakan transportasi masal berbasis rel tersebut dan mulai meninggalkan kendaraan pribadinya. Kini, MRT Jakarta juga mempunyai keinginan untuk mempercantik Jakarta dengan mengembangkan kawasan berorientasi transit (transit oriented development/ TOD).
Apa itu TOD?
Direktur keuangan dan manajemen korporasi PT MRT Jakarta Tuhiyat menjelaskan TOD adalah sebuah kawasan terintegrasi yang akan menghubungkan segala kegiatan masyarakat. “TOD, bisa jadi melting pot, interconnecting, memudahkan orang jalan, memudahkan koneksi, saya kira lebih bagus ya untuk sehingga nanti akan menimbulkan infrastruktur dan building menjadi meningkat land inter value-nya,” ujar Tuhiyat di Jakarta beberapa waktu lalu.
Ditambahkannya, PT MRT Jakarta akan mengembangkan lima kawasan tematik TOD sesuai dengan karakter dan kebutuhan warga sekitarnya. Adapun lima kawasan tersebut adalah kawasan Dukuh Atas dengan tema “Kolaborasi Gerak”, kawasan Istora-Senayan dengan tema “Beranda Pelita Indonesia”, kawasan Blok M dengan tema “Kota Taman di Jakarta Selatan”, lalu ada kawasan Fatmawati dengan tema “Sub-Pusat Selatan Kota Jakarta yang Dinamis dan Progresif”, dan terakhir kawasan Lebak Bulus dengan tema “Gerbang Selatan Jakarta”.
Saat ini pihaknya sedang menunggu Panduan Rancang Kota (PRK) dan revisi Peraturan Gubernur (Pergub) 140 sebagai payung hukum untuk membangun kawasan tersebut. Ia berharap PRK dan Revisi Pergub tersebut bisa keluar sebelum akhir tahun ini, sehingga pembangunannya bisa segera dimulai.
“(PRK) Panduan rancang Kota, Pergub 140 yang sekarang ada di Pak Gubernur, mudah-mudahan keluar sebelum tahun ini akan berakhir,” paparnya.
Nantinya di kawasan TOD tersebut akan dibangun hunian vertikal seperti rumah susun dan apartemen. Tuhiyat memastikan soal harga per unitnya, akan bisa dijangkau oleh masyarakat, karena terdiri dari beberapa kelas.
Tuhiyat juga menjelaskan, jangka waktu pembangunan kawasan TOD tersebut sekitar satu hingga lima tahun.
Kawasan TOD Dukuh Atas Dibangun Pertama Kali
Menurut Tuhiyat, kawasan TOD Dukuh Atas akan dibangun terlebih dahulu. Kawasan itu menurutnya akan “disulap” oleh PT MRT Jakarta menjadi lebih cantik. Ia merinci, sejauh ini sudah ada alih fungsi terowongan Jalan Kendal menjadi kawasan pejalan kaki, penyediaan laybay Trans Jakarta dan penataan angkutan online. Di kawasan itu juga akan tersedia unit-unit usaha kecil dan menengah. Seniman lokal juga akan dilibatkan untuk mempercantik kawasan itu dengan, misalnya, menghadirkan mural.
MRT Jakarta pun akan menyediakan perpustakaan digital di kawasan TOD Dukuh Atas ini. Dengan hastag #RuangBacaJakarta, PT MRT Jakarta ingin lebih meningkatkan minat masyarakat Jakarta untuk membaca buku.
Potensi pendapatan yang dapat diraih PT MRT Jakarta dari pengembangan kawasan TOD ini pun terbilang fantastis. Tuhiyat mengatakan bahwa per tahunnya PT MRT Jakarta bisa meraup pendapatan sekitar Rp242 triliun.
“TOD, lebih banyak menguntungkan masyarakat karena kita membangun semua infratruktur dan sarana yang akan digunakan untuk masyarakat juga,” tambah Tuhiyat.
Pengamat: Kunci Keberhasilan Pembangunan TOD Ada di Tangan Gubernur DKI Jakarta
Pengamat tata kota Nirwono Yoga mengatakan ada empat hal yang harus dilakukan oleh PT MRT Jakarta dan Pemprov DKI Jakarta jika ingin pembangunan TOD berhasil. Pertama, adalah konsolidasi lahan. Hal ini harus dilakukan karena hampir sebagian besar lahan di sekitar stasiun MRT dimiliki pihak swasta. Kedua, lanjut Nirwono adalah land Banking untuk penjualan dan pembangunan di kemudian hari.
Ketiga, akuisisi lahan. PT MRT Jakarta dan Pemprov DKI Jakarta, kata Nirwono harus berani membeli lahan milik swasta atau masyarakat. Semakin banyak lahan yang dimiliki oleh PT MRT Jakarta dan Pemprov DKI, tingkat keberhasilan pembangunan TOD akan semakin besar. Yang terakhir adalah land haring (berbagi lahan), yang harus dilakukan bila lahannya memang tidak bisa dibeli. Jadi baik PT MRT Jakarta dan Pemprov DKI Jakarta bisa tetap membangun rusun atau apartemen, namun kepemilikan tetap berada di pihak swasta.
Menurutnya, kunci pembangunan TOD ini ada di tangan gubernur. Jika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bisa melakukan konsolidasi dengan para pemilik lahan atau gedung di sekitar stasiun MRT dengan baik, maka bukan tidak mungkin semuanya akan ikut serta dalam pembangunan TOD tersebut.
“Jadi empat poin itu yang harus dilakukan, tergantung lokasinya, tapi land consolidation, land aquisition, land banking dan land sharing bisa diterapkan sesuai dengan kebutuhan. Kalau itu yang dilakukan maka ada kemungkinan TOD dapat segera dibangun. Kunci utamanya ada di Gubernur. Kenapa? Di Dukuh Atas misalnya lahannya dimiliki oleh swasta atau konglomerat, tentu mereka tadi tidak mau kalau hanya bicara dengan PT MRT saja, harusnya kalau mau berhasil Pak Gubernur mengundang para pemiik lahan untuk bertemu dan mengajak kerjasama. Dan itu harus Gubernur sendiri yang turun tangan. Kalau yang lain itu tidak akan berhasil, karena langsung diputuskan oleh Gubernur. Itu kan nanti bicara insentif pajak dan sebagainya, atau mendapatkan apa kan itu langsung dari Gubernur,” ujar Nirwono kepada VOA.
Ditambahkannya, payung hukum pembangunan TOD sebaiknya jangan hanya peraturan gubernur (Pergub) saja, tapi juga peraturan daerah (perda) yang bisa bertahan setidaknya sampai puluhan tahun. Menurutnya, Anies Baswedan harus berkonsolidasi dengan DPRD DKI Jakarta untuk “memperda”-kan hal ini sehingga memberikan kepastian investasi.
Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (Citata) DKI Jakarta Heru Hermawanto mengatakan pembangunan TOD di Jakarta diharapkan bisa berjalan dengan baik dan bisa menjadi model percontohan yang bagus. [gi/ab]