Para pemimpin negara-negara di Asia Tenggara memulai pertemuan puncak tahunan mereka tanpa keikutsertaan Myanmar pada Selasa (26/10). KTT ini berlangsung di tengah-tengah kebuntuan diplomatik karena tidak diikutkannya pemimpin militer negara itu dari pertemuan tersebut.
Myanmar melewatkan KTT itu sebagai protes setelah ASEAN melarang keikutsertaan jenderal pemimpinnya menghadiri pertemuannya.
Penolakan ASEAN untuk mengizinkan Jenderal Senor Min Aung Hlaing untuk mewakili Myanmar pada KTT itu merupakan teguran terkeras terhadap penguasa militer negara tersebut sejak mereka menyingkirkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada Februari.
Brunei, yang tahun ini menjadi ketua blok beranggotakan 10 negara itu, mengundang diplomat kawakan dengan jabatan tertinggi di Myanmar, Chan Aye, sebagai perwakilan “nonpolitik”, tetapi ia tidak menghadiri pertemuan itu, kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada wartawan di Jakarta.
Retno Marsudi mengemukakan Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa diturunkannya tingkat partisipasi Myanmar oleh ASEAN yang belum pernah terjadi sebelumnya itu sebagai “keputusan sulit tetapi harus dilakukan.”
Terlepas dari prinsip-prinsip dasar ASEAN untuk tidak mencampuri urusan negara anggota lainnya dan keputusan berdasarkan konsensus, Jokowi menyatakan “ASEAN juga wajib menjunjung prinsip-prinsip lain dalam Piagam ASEAN seperti demokrasi, tata kelola pemerintahan yang baik, respek terhadap HAM dan pemerintah yang konstitusional,” kata Retno Marsudi.
“Sebagai keluarga, uluran bantuan ASEAN harus tetap diberikan kepada Myanmar… Indonesia secara konsisten berharap agar demokrasi melalui proses yang inklusif dapat segera dipulihkan di Myanmar,” kata Retno Marsudi mengutip Jokowi.
Pengambilalihan kekuasaan oleh militer Myanmar memicu protes luas dan penindakan keras oleh pihak berwenang. Pasukan keamanan diperkirakan telah menewaskan hampir 1.200 warga sipil, meskipun pemerintah mengklaim angka kematian yang lebih rendah.
Absennya Myanmar dalam KTT itu menyusul penolakan para pemimpin militernya untuk mengizinkan seorang utusan khusus ASEAN, Menteri Luar Negeri ke-2 Brunei Erywan Yusof, bertemu dengan Suu Kyi dan para pemimpin sipil lainnya yang ditahan.
PM Thailand Prayut Chan-o-cha mengatakan pada KTT itu bahwa krisis Myanmar merupakan ujian bagi kemampuan ASEAN untuk menyelesaikan masalah regionalnya sendiri, kata juru bicara pemerintah Thailand, Thanakorn Wangboonkongchana.
Prayut menyatakan harapan agar Myanmar mempercayai ASEAN dan mengizinkan Erywan untuk bertemu dengan semua pihak terkait sebagia langkah penting pertama dalam menyelesaikan krisis, kata Thanakorn.
Pembicaraan tiga hari, yang diselenggarakan dengan cara konferensi video karena kekhawatiran terkait virus corona, akan diikuti oleh para pemimpin dunia lainnya termasuk Presiden AS Joe Biden dan para pemimpin China serta Rusia. Ini merupakan pertama kalinya sejak 2017 seorang presiden AS menghadiri KTT ASEAN. Pertemuan itu diperkirakan akan menyoroti krisis Myanmar yang memburuk serta isu-isu ekonomi dan keamanan regional lainnya. [uh/ab]