Pembicaraan regional untuk mengatasi gelombang manusia perahu di Asia Tenggara dimulai, Jumat (29/5), dengan sikap defensif dari pejabat Myanmar yang mengkritik mereka yang menyalahkan negaranya karena menyebabkan krisis tersebut, mengatakan bahwa "saling tuding" tidak akan membantu.
Htin Linn, penjabat direktur Kementerian Luar Negeri Myanmar, berbicara setelah beberapa pejabat mendesak para delegasi membahas akar permasalahan. Hal itu mengacu pada para pengungsi Muslim Rohingya yang telah melarikan diri dari penganiayaan di Myanmar selama bertahun-tahun, dan seorang pejabat PBB menyerukan agar kelompok Rohingya diberikan kewarganegaraan.
Volker Turk, Asisten Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi yang bertanggung jawab atas perlindungan pengungsi, mengatakan tidak akan ada solusi jika akar permasalahan tidak dibahas.
"Ini memerlukan asumsi penuh mengenai tanggung jawab Myanmar terhadap semua rakyatnya. Pemberian kewarganegaraan adalah tujuan utama," ujarnya.
"Sementara itu... pengakuan bahwa Myanmar merupakan negara mereka adalah mendesak selain akses untuk mengidentifikasi dokumen dan penghapusan pembatasan atas kebebasan mendasar," ujarnya.
Htin Linn membalas dalam pidato setelahnya, dengan mengatakan bahwa Turk harusnya lebih punya pemahaman dan ia meragukan adanya "semangat kerjasama dalam ruangan ini."
"Saling tuding tidak akan menyelesaikan apa pun. Itu tidak akan membawa kita ke mana-mana," ujarnya.
Pertemuan Jumat itu menyertakan perwakilan dari 17 negara yang secara langsung maupun tidak langsung terimbas krisis tersebut, serta Amerika Serikat dan Jepang, dan para pejabat dari organisasi-organisasi internasional seperti badan pengungsi PBB dan Organisasi Migrasi Internasional (IOM).
Kata "Rohingya" tidak muncul dalam undangan, setelah Myanmar mengancam akan memboikot pembicaraan jika muncul kata itu, dan sebagian besar orang yang berbicara pada awal pertemuan hari Jumat menghindari pengucapannya.
Pemerintah Myanmar tidak mengakui Rohingya sebagai kelompok etnis, dengan alasan mereka sebenarnya adalah orang-orang Bangladesh. Bangladesh juga tidak mengakui Rohingya sebagai warga negara.
Direktur Jenderal IOM, William Lacy Swing, mengatakan Kamis bahwa kebijakan jangka panjang yang komprehensif harus dibentuk, dan tidak ada unsur tunggal yang dapat menyelesaikan masalah tersebut.
"Saya kira Myanmar harus dilibatkan dalam solusi apa pun yang melibatkan kelompok mana pun," ujarnya.
Berbicara pada awal konferensi hari Jumat, Menteri Luar Negeri Thailand Thanasak Patimaprakorn mengatakan "tidak ada negara yang dapat mengatasi masalah ini sendirian."
"Gelombang migran yang tidak beraturan di Samudera Hindia telah mencapai tingkat mengkhawatirkan," ujar Thanasak.
Tapi "meskipun kita mencoba menolong mereka, kita harus menghentikan gelombang migran ini dan memerangi kejahatan transnasional dan menghancurkan jaringan mereka."