Menurut juru bicara Presiden Thein Sein, pemerintah Myanmar berkomitmen untuk memverifikasi kewarganegaraan orang Rohingya yang membutuhkan bantuan. Lanjutnya, pemerintah akan membantu dan mengatur pemulangan bagi orang Rohingya yang terdampar di Myanmar.
Hal itu dikemukakan seusai pertemuan Presiden Sein dengan Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Antony Blinken hari Kamis (21/5) di ibukota Naypyidaw.
Diplomat senior Amerika itu sebelumnya mengimbau Myanmar agar “memperbaiki kondisi di negara bagian Rakhine agar penduduknya tidak merasa bahwa satu-satunya pilihan mereka adalah mempertaruhkan jiwa untuk pergi menyeberangi laut.”
Juga hari Kamis, para pejabat dari Myanmar bertemu perwakilan Malaysia dan Indonesia untuk membahas krisis itu. Pertemuan itu dilakukan menjelang KTT regional yang akan dilangsungkan minggu depan.
Sekitar 3.000 pengungsi dan migran – terutama orang Rohingya dari Myanmar dan Bangladesh – telah diselamatkan atau berhasil mencapai daratan di sejumlah negara Asia Tenggara dalam 10 hari ini.
Mereka terdampar di tengah laut karena ditinggalkan begitu saja oleh gembong penyelundup manusia. Ribuan lainnya diyakini masih terkatung-katung di laut dengan pasokan kebutuhan yang kian menipis.
Malaysia hari Kamis mengatakan telah mengerahkan empat kapal untuk mencari dan menyelamatkan ribuan Muslim Rohingya itu.
Sempat menolak, Indonesia dan Malaysia kini sepakat menyediakan bantuan dan menampung sementara sekitar 7.000 migran tersebut. Kedua negara itu setuju asalkan para pengungsi itu dimukimkan kembali dalam setahun dengan bantuan dunia internasional.
Krisis migran ini kian parah setelah Thailand menggelar operasi terhadap jaringan penyelundup manusia yang menarget orang Rohingya. Ribuan orang Rohingya itu ditinggalkan begitu saja di laut.
Myanmar dikecam keras dunia internasional atas perlakuan mereka terhadap orang Rohingya. Negara yang didominasi penganut Buddha itu menolak mengakui status dan menyediakan layanan mendasar bagi orang Rohingya.