Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte mengatakan, para sekutu NATO perlu meningkatkan bantuan militer mereka bagi Ukraina, untuk memperkuat posisi negara itu, ketika memasuki tahap negosiasi dengan Rusia untuk mengakhiri perang. Rutte mengatakan itu pada Selasa (3/12), menjelang pertemuan para menteri luar negeri aliansi tersebut.
“Ukraina memasuki musim dingin yang krusial dan agresi Rusia tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Sebaliknya, Putin meningkatkan retorika dan tindakannya yang gegabah. Dia menggunakan Ukraina sebagai tempat uji coba rudal eksperimental dan mengerahkan tentara Korea Utara dalam perang ilegal ini,” ujar Rutte.
Rutte mengatakan kepada para jurnalis, bahwa memperkuat dukungan militer NATO akan memungkinkan Ukraina memiliki “posisi yang lebih kuat” di meja perundingan.
“Namun, kita semua perlu berbuat lebih banyak, terutama sekarang. Semakin kuat dukungan militer kita terhadap Ukraina sekarang, semakin kuat posisi mereka di meja perundingan dan semakin cepat kita dapat mengakhiri agresi Rusia untuk selamanya di Ukraina,” jelasnya.
Menurut Rutte, NATO juga akan meningkatkan Upaya berbagi informasi intelijen dan meningkatkan perlindungan infrastruktur penting dalam menghadapi tindakan sabotase “bermusuhan” Rusia terhadap sekutu.
Sementara Menteri Luar Negeri Ukraina, Andrii Sybiha menekankan, bahwa negaranya membutuhkan 20 sistem pertahanan udara tambahan, untuk
melindungi infrastruktur pentingnya dari serangan Rusia. Sybiha juga menyampaikan hal itu pada Selasa, di sela-sela pertemuan NATO.
“Dan kita berbicara tentang pasokan mendesak sedikitnya 20 sistem tambahan seperti tipe Hawk, NASAMS atau IRIS-T. Dan itu akan membantu kita untuk menghindari pemadaman listrik. Dan kita memahami bahwa Rusia mencoba menghalangi kita untuk memproduksi energi. Itulah sebabnya kita juga membutuhkan lebih banyak dukungan dan solidaritas untuk mencegah mereka mencapai tahap ini,” ungkapnya.
Sybiha menggemakan apa yang dikatakan kementeriannya sebelumnya, bahwa mereka tidak akan menerima apa pun selain keanggotaan NATO. Dia mengutip pengalamannya bersama NATO pada 30 tahun yang lalu, di mana mereka melepaskan senjata nuklir dengan imbalan jaminan keamanan dari negara-negara besar yang tidak pernah terwujud.
“Ini bukti nyata, ini pengingat nyata, bahwa keputusan jangka panjang apa pun terkait keamanan jangka panjang dengan mengorbankan keamanan Ukraina adalah tidak tepat dan tidak dapat diterima,” katanya.
Sybiha juga menambahkan, Memorandum Budapes gagal mengamankan posisi Ukraina dan keamanan transatlantik.
“Jadi, kita harus menghindari mengulangi kesalahan seperti itu. Itulah sebabnya tentu saja kita akan membahas konsep perdamaian melalui kekuatan dengan mitra-mitra kami,” tambahnya.
Dalam surat kepada para mitranya di NATO sebelum pertemuan, Sybiha mengatakan, sebuah undangan bagi Ukraina untuk bergabung dengan NATO, akan menghapus salah satu argumen utama Rusia untuk melancarkan perangnya, yaitu mencegah Ukraina bergabung dengan aliansi tersebut.
Namun, tidak ada tanda-tanda konsensus yang diperlukan di antara 32 anggota NATO untuk keputusan seperti itu pada pertemuan menteri luar negeri di Brussels, kata para diplomat, yang berbicara dengan syarat anonim.
Ketika berbicara bersama Sekjen NATO, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menekankan, bahwa aliansi itu harus memastikan kesiapannya di masa datang, di tengah agresi Rusia yang terus berlanjut terhadap Ukraina dan ancaman lainnya.
“Ini adalah momen penting, menurut saya, bagi aliansi untuk memastikan bahwa kita siap menghadapi tahun yang akan datang,” kata Blinken kepada para jurnalis.
Dia juga menambahkan bahwa dirinya berbagi kekhawatiran dengan Rutte terkait medan perang di Ukraina serta serangan Rusia terhadap infrastruktur energi di negara itu.
“Putin menjadikan musim dingin sebagai senjata, mencoba membuat orang-orang kedinginan di rumah mereka, mematikan listrik. Kami tidak akan membiarkan itu terjadi, kami juga berjuang mengatasi hal itu juga,” tegasnya. [ns/ab]
Forum