Tanggal 19 Januari pada malam menjelang pelantikan Presiden AS Donald Trump, sementara semua perhatian tertuju pada kota Washington, gembong kartel narkoba Sinaloa yang terkenal dari Meksiko naik pesawat dari bandara Ciudad Juárez menuju kota New York, sebuah ekstradisi tidak terduga dan mendadak.
Di sanalah Joaquín Archivaldo Guzmán Loera yang dikenal sebagai El Chapo, yang dua kali lolos dari penjara berpengamanan paling ketat di negaranya, akan bertemu dengan lawan terbesarnya sampai sekarang: pengadilan federal yang sangat sukses dan penjara berlantai 12 di seberang jembatan Brooklyn yang oleh banyak orang dikenal sebagai “Guantanamo kecil”.
Sementara Guzman menghadapi peradilan di berbagai negara bagian selain New York -- California, Texas, Illinois, Florida dan New Hampshire -- pakar hukum pidana yakin pilihan Departemen Kehakiman Amerika di kota New York mencerminkan keyakinan dalam kasusnya melawan laki-laki yang dianggap sebagai pengedar terbesar narkoba di dunia itu.
"New York sudah terbiasa mengadili para tersangka yang terkenal," ujar Paul Callan, bekas jaksa penuntut kasus pembunuhan dan analis hukum CNN, kepada VOA.
"Kami memiliki fasilitas ruang sidang yang sangat aman, kami memiliki fasilitas penjara yang aman, dan New York terbiasa menangani pers dan jenis liputan dalam kasus-kasus terkemuka."
Pengadilan Distrik Timur AS, tambah Callan memiliki juri yang beragam dan canggih.
Jaksa AS Robert Capers menjatuhi Guzman dengan 17 dakwaan kriminal yang memiliki hukuman minimum penjara seumur hidup. Menurut Capers, empat dari lebih dari pengiriman 200 ton kokain dan heroin yang terkait dengan Guzman disita di distrik itu saja. Secara keseluruhan, 7,5 ton disita di seluruh Amerika Serikat. [my/hd]