Norwegia mengatakan akan membantu transfer dana pajak ke Otoritas Palestina yang telah dibekukan selama berbulan-bulan akibat perseteruannya dengan Israel.
Berdasarkan perjanjian perdamaian sementara yang disepakati pada awal 1990-an, Israel memungut pajak dan bea cukai untuk kemudian ditransfer secara berkala ke Otoritas Palestina, yang mengelola sebagian daerah pendudukan Tepi Barat dan membantu membayar layanan publik di Gaza.
Namun, pascaserangan Hamas pada 7 Oktober yang memicu perang di Gaza, Israel mengurangi jumlah kiriman dana yang dialokasikan untuk wilayah tersebut. Otoritas Palestina menolak untuk menerima hanya sebagian dana, meskipun mereka bergantung pada dana pajak itu untuk menutupi sebagian besar anggarannya.
Berdasarkan kesepakatan baru yang diumumkan pada hari Minggu (18/2), Israel akan mentransfer semua dana pajak ke Norwegia. Negara Skandinavia itu kemudian akan menyalurkannya ke Otoritas Palestina untuk wilayah Tepi Barat, sementara mereka menahan dana yang diperuntukkan bagi Gaza.
“Skema sementara ini akan berperan penting dalam mencegah kehancuran finansial Otoritas Palestina,” kata perwakilan Norwegia dalam sebuah pernyataan. Transfer ini akan memungkinkan Otoritas Palestina untuk membayar gaji guru, petugas kesehatan dan pegawai negeri lainnya.
“Memastikan Otoritas Palestina tidak hancur dan dapat memberikan layanan pokok kepada rakyatnya sangatlah penting, demi mempertahankan eksistensi wilayah itu, menjaga keberlangsungan politik dan mewujudkan solusi dua negara di masa depan,” ujar Menteri Luar Negeri Norwegia Espen Barth Eide.
Baik Israel maupun Otoritas Palestina belum berkomentar atas keputusan itu.
Sebelumnya, Israel mengurangi transfer dana pajak sebagai aksi protes atas pengiriman dana bantuan Otoritas Palestina kepada keluarga Palestina yang dipenjara oleh Israel dan yang terbunuh dalam konflik Israel-Palestina, termasuk para anggota militan yang membunuh warga sipil Israel.
Israel menganggap pengiriman dana bantuan semacam itu justru mempromosikan dan meningkatkan tindak kekerasan. Sebaliknya, penduduk Palestina menganggap dana itu sebagai bantuan kesejahteraan sosial bagi orang-orang yang dirugikan oleh konflik tersebut.
Amerika Serikat, sekutu utama Israel, mendorong adanya resolusi pascaperang, di mana Otoritas Palestina akan direvitalisasi dan memerintah Tepi Barat serta Gaza, sebelum akhirnya meraih status “negara”. Netanyahu menolak gagasan tersebut, dengan menegaskan bahwa Israel harus mengontrol keamanan kedua wilayah tersebut secara terbuka.
Hamas mengambil alih kendali Gaza pada tahun 2007 setelah krisis politik yang berkepanjangan. Mereka berhasil mengusir pasukan pendukung Otoritas Palestina dalam pertempuran darat selama seminggu dan membatasi kekuasaan Otoritas Palestina di sejumlah daerah pendudukan Tepi Barat.
Norwegia memiliki peran kunci dalam memediasi Perjanjian Oslo 1993 yang mendorong proses perdamaian antara Israel dan Palestina. Namun, tidak pernah ada perundingan perdamaian yang serius atau substantif sejak Netanyahu kembali menjabat Israel pada tahun 2009, dan pemerintahannya menentang pembentukan negara Palestina. [br/jm]
Forum