Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih menyarankan agar Presiden Joko Widodo segera menerbitkan peraturan presiden yang memperjelas batasan dan kriteria penempatan jabatan struktural dan fungsional aktif sebagai komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengatasi masalah rangkap jabatan.
Selain itu, perpres juga harus mengatur sistem penghasilan tunggal bagi perangkap jabatan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
“Kami menyarankan kepada Presiden untuk memerintahkan Menteri BUMN untuk melakukan perbaikan terhadap Peraturan Menteri BUMN yang sekurang-kurangnya mengatur lebih jelas mengenai penetapan kriteria calon komisaris, sumber bakal calon, tata cara penilaian dan penetapan," kata Alamsyah Saragih dalam konferensi pers secara daring, Selasa (4/8).
Tak hanya itu, imbuh Alamsyah, perlu juga diatur mekanisme serta hak dan kewajiban komisaris di BUMN, dan akuntabilitas kinerja para komisaris BUMN.
Ditambahkannya, harus segera dilakukan evaluasi secara cepat dan pemberhentian para komisaris rangkap jabatan yang terbukti diangkat dengan cara yang bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Menurut Alamsyah Saragih, saran perbaikan tersebut merupakan hasil penilaian dan pemantauan Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas sebagai pengawas BUMN dan Badan Layanan Umum (BLU) yang dilakukan sejak 2017,
Selanjutnya pada 2020 ini, Ombudsman RI telah melakukan pemeriksaan dengan memanggil Kementerian BUMN, Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), juga berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan melakukan pembahasan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dari permintaan keterangan diperoleh temuan sementara dari 2017 hingga 2019 ada 397 komisaris pada BUMN dan 167 komisaris pada anak perusahaan BUMN terindikasi rangkap jabatan dan rangkap penghasilan.
Berdasarkan analisis Ombudsman bersama KPK atas data-data 2019, dilakukan profiling terhadap 281 komisaris yang masih aktif di instansi asal. Berdasarkan jabatan, rekam jejak karier dan pendidikan ditemukan sebanyak 91 komisaris atau 32 persen berpotensi konflik kepentingan dan 138 komisaris atau sebanyak 49 persen tidak sesuai kompetensi teknis dengan BUMN dimana mereka ditempatkan.
“Dan rasanya di 2020 juga kemungkinan besar hal tersebut akan terjadi oleh karena itu kita akan melakukan review secara lebih teknis secara administratif kepada Kementerian BUMN untuk melihat existing 2020,” kata Alamsyah.
Kepala Biro Humas dan Teknologi Informasi Ombudsman RI, Wanton Sidauruk dalam kesempatan yang sama mengatakan berdasarkan evaluasi dari Ombudsman ditemukan potensi maladministrasi berupa benturan antar regulasi dan pelanggaran regulasi yang melarang rangkap jabatan tersebut.
“Dan kemudian berujung pada satu saran dan saran ini sudah disampaikan kepada Presiden. Hari ini sudah disampaikan,” kata Wanton.
Ombudsman juga menyoroti proses rekrutmen BUMN berdasarkan Peraturan Menteri BUMN Nomor 2 Tahun 2015 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN yang masih memiliki kelemahan, seperti potensi konflik kepentingan dalam penjaringan, potensi ketidakadilan proses dalam penilai persyaratan materiil sehingga mempengaruhi akuntabilitas kinerja komisaris BUMN. [ys/em/ft]