PT PLN Persero akan melakukan investigasi secara mendalam terkait padamnya listrik secara massal di DKI Jakarta, dan sebagian Pulau Jawa pada 4 Agustus lalu dengan membentuk tim independen.
Dalam konferensi pers di kantor Ombusdman RI, Jakarta, Kamis (8/8) Direktur Strategis I PLN Djoko R Abuhanan mengatakan tim independen tersebut berasal dari luar PLN yaitu profesor yang berasal dari beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) yang memang sudah mempunyai kontrak kerja dengan PLN. Hal ini dilakukan agar penyelidikan lebih transparan untuk masyarakat.
"Kami sudah mengundang gabungan perguruan tinggi supaya fair untuk memeriksakan. Ini terbuka, kalau tidak salah ini akan dipimpin oleh Prof. Nanang dari ITB, kemudian ada juga anggotanya. Ada Prof. Iwa Karmiwa terus ada dari ITS, untuk manajemen mengambil profesor dari UGM, karena kami punya kontrak kerja sama dengan tujuh perguruan tinggi terkemuka di Jawa dan Bali. Biar kita serahkan nanti investigasinya. Kenapa seperti ini? Karena kompleks sekali," ungkap Djoko Abuhanan.
Mendengar pernyataan tersebut, anggota Ombusdman RI Laode Ida pun memperingatkan jangan sampai tim independen tersebut justru tidak independen, mengingat anggota tim di dalamnya terdiri dari perguruan tinggi negeri yang bekerja sama dengan PLN. Ia berharap investigasi ini nantinya dapat menemukan sumber masalah penyebab matinya listrik secara massal.
"Jadi kalau ada tim independen terdiri dari perguruan tinggi yang bekerjasama, jangan sampai tidak independen. Istilah independen perlu dikasih catatan di situ, karena kalau sudah kerja sama maka yang bersangkutan pasti tidak independen lagi. Harusnya lebih fair," ujar Laode Ida.
Kompensasi Terhadap Pelanggan Terlalu Kecil
Dalam kesempatan yang sama, anggota Ombusdman RI Alvin Lie menilai bahwa bentuk ganti rugi atau kompensasi akibat padamnya listrik kemarin kepada pelanggan atau masyarakat yang terdampak terlalu kecil, dan tidak sebanding dengan kerugian yang diderita oleh masyarakat.
Alvin pun mendesak pemerintah untuk segera merevisi aturan terkait ganti rugi tersebut yang tertuang dalam Permen nomor 27 tahun 2017. Berdasarkan aturan tersebut PLN wajib memberikan pengurangan tagihan listrik kepada konsumen apabila realisasi tingkat mutu pelayanan tenaga listrik tidak sesuai dengan tingkat mutu pelayanan tenaga listrik yang ditetapkan.
Besaran pengurangannya dibagi menjadi dua yaitu 20 dan 30 persen sesuai dengan kategori yang diatur dalam peraturan tersebut.
"Terkait besaran kompensasi, kami juga menilai bahwa besaran kompensasi ini jauh terlalu kecil, tidak sepadan dengan kerugian yang diderita oleh pelanggan PLN. Tadi yang digunakan contoh adalah pelanggan 2200 watt. Itu mendapat kompensasi Rp45.192. Itu pun dalam bentuk diskon untuk periode selanjutnya. Tentunya kami juga akan mendesak pemerintah untuk meminjau kembali besaran kompensasi ini, kemudian juga tata cara masyarakat mengetahui hak-haknya. Untuk diketahui Rp45.192 itu ada batasannya juga pada maksimum 5 jam 30 menit untuk daerah Jakarta, sedangkan daerah lain mungkin tujuh jam. Jadi, walaupun padamnya 24 jam seperti kemarin, dihitungnya 5 jam 30 menit. Hal-hal seperti ini yang kami nilai peraturan menteri tersebut mengabaikan hak-hak publik dan perlu segera direvisi," jelas Alvin.
Menanggapi soal revisi kompensasi ini, Sekjen Dewan Energi Djoko Siswanto mengatakan pihaknya sedang melakukan revisi tersebut. Dalam beberapa hari ke depan revisi itu akan disahkan dalam bentuk UU di Kemenkumham. Revisi ini, kata Djoko, sudah tentu akan berpihak kepada masyarakat.
"Sudah tentu revisi Permen ini lebih baik. Jadi kompensasinya itu minimum 100 persen. Jadi draftnya itu satu sampai sekian jam mati itu diganti 100 persen. Jadi ada interval dari jam sekian sampai sekian itu 200 persen, lebih dari jam sekian 300 persen. Jadi nantinya malah tiga kali lipat dari biaya beban selama sebulan itu. Jadi Permen no 27 tahun 2017 itu akan direvisi. Perlu beberapa hari diundangkan di kemenkumham," papar Djoko Siswanto.
Sementara itu Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi mengatakan PLN harus menggunakan azas keadilan ke seluruh pelanggan PLN di Indonesia. Pasalnya, di luar Pulau Jawa, padamnya listrik sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Namun masyarakat tidak mendapatkan informasi, apakah mereka akan mendapatkan kompensasi dari pemadaman listrik tersebut.
"Untuk informasi selanjutnya terkait mekanisme penggantian atau mekanisme kompensasi ini, ada tingkat mutu pelayanan yang diberikan oleh PLN ini harus diinformasikan secara menyeluruh kepada semua pelanggan PLN seluruh Indonesia, karena banyak masyarakat yang mempertanyakan Jakarta blackout mendapatkan kompensasi, tetapi di tempat lain, daerah Indonesia Timur, adanya pemadaman dan tidak memperoleh kompensasi. Ini yang perlu di-clear-kan oleh PLN, bagaimana membangun komunikasi kepada masyarakat atau konsumennya terkait tingkat mutu pelayanan. Akses mereka juga sama, fairness kepada masyarakat Indonesia," ujar Sularsi.
Selain PLN, Ombusdman, kata Laode akan melakukan investigasi atas pemadaman listrik ini. Dalam waktu tiga minggu ke depan ia berharap akan diperoleh hasilnya. Investigasi dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada hari itu. [gi/lt]