Krisis yang melanda dunia, mulai dari pandemi COVID-19 yang belum usai hingga dampak dari perang antara Rusia dan Ukraina, tak membuat Presiden Joko Widodo gentar untuk menyampaikan bahwa Indonesia mampu menghadapi tantangan yang menghadang di depan mata.
Dalam pidato kenegaraan yang ia sampaikan di gedung DPR pada Selasa (16/8), Jokowi, yang tampil dengan pakaian tradisional dari Bangka Belitung, mengungkapkan bahwa Indonesia menjadi satu dari sedikit negara yang saat ini menghadapi sejumlah krisis global dengan baik.
"Di tengah tantangan berat, kita patut bersyukur, Indonesia mampu menghadapi krisis global ini. Negara kita termasuk negara yang berhasil mengendalikan pandemi COVID-19, termasuk lima besar negara dengan (jumlah) vaksinasi terbanyak di dunia, yaitu 432 juta dosis vaksin yang telah kita suntikkan," ujar Jokowi.
Selain capaian dalam mengendalikan pandemi, Jokowi tak luput menyebutkan raihan dalam sektor ekonomi dengan menyebutkan inflasi yang berhasil pemerintah kendalikan di kisaran 4,9 persen. Menurutnya, angka tersebut jauh di bawah rata-rata inflasi yang dicatat oleh negara-negara ASEAN yang berada di kisaran 7 persen dan jauh di bawah inflasi negara-negara maju yang berada di kisaran 9 persen.
Bahkan sampai pertengahan tahun 2022, ia mengungkapkan bahwa anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) juga mengalami surplus hingga Rp106 trilliun.
“Oleh karena itu pemerintah mampu memberikan subsidi BBM, LPG dan listrik sebesar Rp502 triliun di tahun 2022 ini agar harga BBM di masyarakat tidak melambung tinggi,” kata Jokowi.
Selain itu, Jokowi juga membeberkan pertumbuhan ekonomi yang melesak sebesar 5,44 persen pada kuartal kedua tahun 2022. Pencapaian tersebut ditambah dengan surplus pada neraca perdagangan, yang telah terjadi selama 27 bulan berturut-turut, di mana nilainya mencapai sekitar Rp364 triliun di semester satu tahun ini.
“Capaian tersebut patut kita syukuri. Fundamental ekonomi Indonesia tetap sangat baik di tengah perekonomian dunia yang sedang bergolak. Di satu sisi, kita memang harus tetap waspada dan harus tetap hati-hati. Namun di sisi lain, agenda-agenda besar bangsa harus kita lanjutkan untuk meraih Indonesia maju,” tambah Jokowi.
Mengomentari sejumlah pencapaian tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan bergolaknya perang antara Rusia dan Ukraina menyebabkan harga komoditas seperti batubara dan perkebunan pada dua tahun terakhir ini mengalami kenaikan sehingga Indonesia diuntungkan dengan kondisi tersebut.
Bhima mengatakan Indonesia tidak boleh berpuas diri dengan pertumbuhan yang baik yang dicapai saat ini. Pemerintah, menurut Bhima, sudah harus mengantisipasi kondisi yang terjadi di Taiwan yang mempunyai andil sangat besar bagi perdagangan internasional Indonesia sebab berkaitan dengan China dan Amerika Serikat. Dampak dari tidak stabilnya kondisi di kawasan tersebut dapat menurunkan surplus neraca perdagangan yang saat ini tercapai, ungkapnya.
Bhima menambahkan sejumlah hal yang perlu pemerintah lakukan saat ini di antaranya adalah mencari pasar alternatif dan mencari substitusi lokal untuk sejumlah produk. Penemuan barang pengganti dengan produk dalam negeri itu, menurut Bhima, dapat mengurangi ketergantungan impor meskipun dalam skala yang kecil .
Selain itu, ia mengingatkan bahwa ancaman resesi di negara maju masih membayangi di mana imbasnya bisa terasa langsung kepada stabilitas sektor keuangan dan fiskal di Indonesia.
“Indonesia perlu menyiapkan strategi karena dinamikanya sangat berubah bukan lagi menghadapi pandemi tetapi juga lebih kompleks dimana ada inflasi, stagflasi kemudian ada ancaman resesi,” ujar Bhima. [fw/rs]
Forum