Dana Cummings datang ke sebuah pantai di pantai Atlantik, negara bagian Maine timur laut. Ia mengajar Matthew Fish, 27 tahun, yang tuna netra//
Matthew mengatakan, “Saya dapat melihat buih, lapisan putihnya, dan saya dapat melihat ombak, tetapi saya tidak tahu bagaimana bentuknya atau apakah bisa dinaiki.”
Dana Cummings meletakkan tangan Matthew pada bahunya. Ia mengajak Matthew menuju ke kedalaman air setinggi dada dengan papan selancar mengambang di sebelahnya.
“Kamu tinggal dengan nenek-mu kan?” tanya Dana.
“Iya,” jawab Matthew
“Katakan pada nenekmu kita harus merasakan pantai. Katakan ‘Nenek, saya terpesona, saya ingin berselancar’. Kamu harus belajar semua tekniknya,” ujar Dana lagi.
Matthew mulai berbaring di papan selancar. Dana Cummings dan sepasang sukarelawan berada di dekatnya. Hanya perlu beberapa kali dan Matthew berhasil menaikkan lututnya kemudian melaju di atas ombak menuju ke pantai.
“Ini sangat menyenangkan,” kata Matthew.
“Kamu luar biasa. Hebat Matthew!” seru Dana.
Matthew berteriak, “Lagi… Lagi!”
“Ayo kita coba lagi,” ajak Dana.
Mereka pun melakukannya berulang-ulang.
Matthew mengatakan, “Saya beberapa kali jatuh, tetapi, saya selalu mengatakan, jika saya tidak merasakan jatuh dari waktu ke waktu, saya belum cukup merasakan kegembiraannya.”
Dana Cummings bekerja sebagai perancang perangkat lunak setelah meninggalkan dinas militer. Pada masa Perang Teluk tahun 1999 ia bertugas sebagai marinir. Ia berhasil melewati dua masa dinas di militer, namun, kehilangan kaki kirinya dalam sebuah kecelakaan mobil pada 2002.
“Saya hanya menyadari keberadaan saya tetapi tidak ada kegairahan hidup. Baru setelah saya kehilangan kaki, saya menyadari betapa berharganya hidup ini dan beranjak dari sofa serta mulai menikmati kehidupan. Saat ini saya punya banyak kegiatan dibandingkan sebelumnya,” ungkap Dana tentang perasaannya dalam menghadapi hidup setelah kecelakaan itu.
Para penyandang cacat memiliki lebih banyak program olahraga sekarang ini dibandingkan sebelumnya. Ski, sepak bola, dan basket adalah beberapa diantaranya. Tetapi, kelas berselancar jarang ada. Sebelas siswa yang berasal dari Maine berada disana untuk belajar berselancar.
Satu keluarga datang setelah menempuh perjalanan selama enam jam dari New Jersey. Mereka ditemani oleh lebih dari 30 sukarelawan yang meluangkan waktu untuk membantu Dana Cummings.
“Apakabar? Sehat?” sapa Dana.
Brian Foss dari New Hampshire berusia 57 tahun. Ia sakit akibat virus polio saat masih kanak-kanak.
“Saya terjangkit polio pada tahun 1956 ketika saya berusia dua tahun. Sebenarnya tahun yang sama ketika vaksin polio ada. Saya terlambat divaksin,” papar Brian.
Brian memiliki kelemahan pada kedua kakinya dan berjalan dengan penyangga. Tetapi, ia menyukai olah raga ski menuruni bukit, bersepeda, dan kini berselancar.
Ia mengatakan, “Ada perasaan saya mampu terbang dan rasa kebebasan. Kita hampir-hampir tidak terhambat oleh gravitasi.”
Peserta termuda dalam kelas Dana Cummings berusia 6 tahun. Ia adalah Shaun McLaughlin yang berasal dari Massachusetts, yang lahir tanpa kaki dan kanan. Ia mendapatkan perangkat prostetik sebelum bisa berjalan. Shaun menunjukkan bagaimana berselancar di atas pasir.
Ia menjelaskan, “Anda harus berbaring seperti ini dan berdiri. Begitulah caranya”.
Seorang wartawan bertanya, “Hanya itu?”
“Iya,” jawab Shaun.
Dana menjelaskan, “Pada kebanyakan orang penyandang cacat, perhatian orang terpusat pada cacatnya. Tetapi, kita tidak perlu terpusat pada masalah kehilangan kaki, kebutaan, atau cacat-cacat lainnya. Bergembiralah! Nikmati hidup. Ambil semua manfaat yang bisa Anda dapatkan.”
Dana Cummings berencana untuk mengembangkan lebih banyak aktivitas AmpSurf di wilayah Pantai Timur Amerika. Ia dan stafnya berharap kembali ke Maine, New York, dan New Jersey tahun depan. Mereka ingin melatih para sukarelawan untuk menjadi instruktur dan mengajar lebih banyak penyandang cacat untuk menjadi peselancar.