Acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang dilangsungkan di gedung Sabuga, Bandung, Jawa Barat, Selasa malam (6/12) berakhir lebih cepat dari yang direncanakan karena gangguan dan pembubaran oleh sekelompok massa yang menyebut dirinya “Pembela Ahlus Sunnah” (PAS).
PAS memaksa pembubaran acara itu karena menilai acara keagamaan seharusnya dilaksanakan di gereja, bukan di gedung umum.
Menurut keterangan pers polisi yang diterima VOA Selasa malam (6/12), penyelenggara kebaktian, Pdt. Dr. Stephen Tong sudah mulai berkoordinasi dengan pejabat Kesatuan Bangsa & Politik Bandung dan petugas Polrestabes Bandung tentang seruan pembubaran acara itu sejak jam tiga siang.
Penyelenggara minta waktu untuk memberi informasi kepada warga yang sudah berdatangan dan memasuki Sabuga, sementara ormas PAS meminta penghentian kegiatan segera dengan alasan “ada kesalahan prosedur dalam proses kelengkapan pemberitahuan kegiatan” oleh panita KKR.
Peserta kebaktian akhirnya membubarkan diri setelah menyanyikan lagu “Malam Kudus”. Sejumlah anggota PAS juga membubarkan diri tak lama kemudian.
Dalam aksinya PAS membawa spanduk bertuliskan kalimat “masyarakat muslim Jawa Barat minta kegiatan KKR dipindahkan ke tempat yang telah disediakan – yaitu gereja – dan bukan di tempat umum”, tetapi dalam mediasi dengan penyelenggara acara itu, yang diangkat sebagai persoalan adalah soal perijinan.
Salah seorang peserta acara mengatakan kepada VOA bahwa sebenarnya soal ijin sudah dilengkapi, termasuk pemberitahuan kepada pemda setempat dan aparat berwenang. Mereka menyesalkan tindakan tersebut mengingat acara kebaktian ini rutin dilakukan menjelang Natal.
Hingga laporan ini diturunkan VOA belum berhasil menghubungi Walikota Bandung Ridwan Kamil untuk meminta penjelasan lebih lanjut tentang insiden ini, termasuk apakah pemda Bandung sudah mengeluarkan ijin menggunakan Sabuga ITB untuk beribadah.
Namun melalui akun Instagram-nya, Ridwan Kamil Selasa malam menyampaikan pesan singkat “Kegiatan dilanjut saja. Hak beragama Anda dilindungi negara”.
Berdasarkan SKB Tiga Menteri Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006, Bab V tentang Ijin Sementara Pemanfaatan Bangunan Gedung, Pasal 18, menyatakan “pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat sementara, harus mendapat surat keterangan pemberian ijin sementara dari bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan: laik fungsi, pemeliharaan kerukunan umat beragama, ketentraman dan ketertiban masyarakat”. [em/ii]