Sekitar 7.363 bal pakaian bekas impor senilai Rp 80 miliar hari Selasa (28/3) dimusnahkan di Tempat Penimbunan Pebaean (TPP) Bea Cukai Cikarang. Langkah ini merupakan tindak lanjut pernyataan Presiden Joko Widodo soal penanganan peredaran pakaian bekas impor yang masuk secara ilegal dan telah mengganggu industri tekstil di dalam negeri. Sejumlah pejabat, termasuk Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Koperasi serta Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki, dan Direktur Jenderal Bea Cukai Askolani, ikut menyaksikan pemusnahan tersebut.
Dalam jumpa pers seusai pemusnahan itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan pemerintah terus menindak tegas penyelundupan pakian bekas impor itu untuk melindungi industri tekstil dalam negeri dan industri usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Menurutnya langkah ini akan terus digalakkan mengingat bisnis pakaian bekas menguasai 31 persen pasar pakaian di Indonesia, dan membanjirnya pakaian bekas impor ilegal telah merusak pasar-pasar UMKM di dalam negeri.
(Pakaian bekas impor) yang ilegal ini, yang selundupan ini, sudah menguasai 31 persen pasarnya UMKM kita (di sektor tekstil). Jadi kalau selangkah lagi, itu UMKM nggak karuan, habis pasarnya," kata Zulkifli.
Presiden Joko Widodo, tambah Zulkifli, telah memberikan instruksi kepada kementerian dan lembaga terkait untuk mengatasi pakaian bekas impor ilegal, yang sebenarnya sudah dilarang lewat peraturan menteri perdagangan.
Direktur Jenderal Bea Cukai Askolani mengatakan 7.363 bal pakaian bekas impor itu merupakan barang selundupan dari Singapura, Malaysia, Vietnam dan Thailand. Pihak Bea Cukai dan Badan Reserse Kriminal Polri, tambahnya, menggunakan data-data intelijen untuk menelusuri penyelundupan baju bekas impor. Hasilnya ditemukan sejumlah titik rawan atau disebut palabuhan tikus.
Dia menyebut baju bekas impor ini juga masuk dari Batam, Kepulauan Riau hingga ke arah Lampung, termasuk Medan. Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta merupakan salah satu pelabuhan besar yang kerap menjadi sasaran operasi penyelundupan baju bekas impor ilegal. Caranya adalah dengan merekayasa manifesto.
Askolani menegaskan pihaknya secara konsisten berupaya mencegah masuknya pakaian bekas impor ilegal itu lewat berbagai upaya pencegahan di laut, di perbatasan, dan di pelabuhan; tentunya bekerjasama dengan beberapa lembaga terkait.
Dalam empat tahun terakhir, Bea Cukai berhasil menyita pakaian bekas impor yang masuk secara ilegal bernilai puluhan miliar rupiah.
INDEF: Pakaian Bekas Impor Berdampak pada Industri Pakaian di Dalam Negeri
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto masuknya pakaian bekas impor berpengaruh besar bagi industri pakaian di dalam negeri. Sebab Indonesia negara berkembang dengan jumlah penduduk muda dan kelas menengah ke bawah yang besar.
"Tipikal produk yang mereka bisa beli salah satunya adalah yang murah. Salah satunya kemudian (barang) dari impor yang sifatnya bekas sehingga kalau dampaknya ke UMKM (usaha mikro, kecil, dan menegah) dalam negeri tentu saja besar, yakni menggerus pasar potensialnya UMKM," tutur Eko.
Oleh karena itu dia setuju jika pemerintah melarang impor pakaian bekas. Selain merugikan UMKM dan industri-industri garmen kelas kecil, pakaian bekas juga bisa memiliki masalah kesehatan. Kalau impor pakaian bekas tersebut tida bisa dihentikan, maka potensi UMKM dalam negeri tidak optimal.
Eko tidak mengetahui berapa angka kerugian yang dialami UMKM sektor garmen akibat membanjirnya pakaian bekas impor ilegal. Namun dia menyebut impor pakaian bekas yang resmi saja sudah banyak, belum lagi yang selundupan masuk melalui pelabuhan-pelabuhan kecil.
Ironisnya kualitas produk tekstil dalam negeri sangat bagus dan tidak kalah dengan produk dari luar negeri, dan bahkan dilirik oleh banyak negara. Tetapi masyarakat Indonesia sendiri lebih suka membeli pakaian bekas impor yang bermerk, ketimbang produk dalam negeri yang kualitasnya bagus.
Eko menyerukan pemerintah untuk menghentikan impor pakaian bekas dan justru mendorong meluasnya produk-produk UMKM dalam negeri dengan harga yang terjangkau. Ini penting karena seringkali pemilik atau pengusaha UMKM tidak melakukan riset pasar dan memasang harga jauh di atas rata-rata yang menyurutkan minat pembeli. [fw/em]
Forum