Panel pakar HAM PBB pada Senin (3/4) mengumumkan nama beberapa pejabat tinggi Sudan Selatan yang perlu diselidiki dan dituntut atas peran mereka melakukan kekejaman berat terhadap warga sipil.
Para petinggi pemerintah dan militer itu diidentifikasi dalam laporan baru yang dikeluarkan Komisi HAM PBB di Sudan Selatan, yang merinci tanggung jawab negara atas pembunuhan, pemerkosaan dan perbudakan seksual yang meluas.
Komisi itu, yang melakukan investigasi setahun di enam negara bagian di Sudan Selatan dan merilis sebagian ringkasan temuannya pada Maret lalu mengatakan, tak seorang pun yang disebut dalam laporan akhir itu yang menghadapi tuntutan pertanggungjawaban atas kejahatan mereka.
“Selama beberapa tahun, temuan-temuan kami secara konsisten menunjukkan bahwa imputes terhadap kejahatan serius merupakan penggerak utama kekerasan dan kesengsaraan yang dihadapi warga sipil di Sudan Selatan,” kata ketua komisi itu, Yasmin Sooka.
“Karena itu kami telah mengambil langkah untuk menyebutkan lebih banyak lagi individu yang memerlukan penyelidikan kriminal dan penuntutan atas peran mereka dalam pelanggaran berat HAM.”
Laporan itu mengidentifikasi Joseph Monytuil, gubernur negara bagian Unity, dan Letjen Thoi Chany Reat dari Pasukan Pertahanan Rakyat Sudan Selatan, terkait pembunuhan yang disetujui negara di Mayom County (setingkat kabupaten) pada Agustus 2022.
Empat petinggi kelompok pemberontak yang ditangkap langsung dieksekusi oleh pasukan pemerintah dalam pembunuhan yang direkam video dan diiedarkan secara luas. Tiga orang tewas oleh regu tembak dan seorang lain dibakar hidup-hidup di dalam gubuk.
Laporan itu juga menyebut nama Gordon Koang, Komisaris Kabupaten Koch, yang dituduh memimpin serangan mengerikan terhadap warga sipil di kabupaten tetangga, Leer, antara Februari dan April 2022.
Para pejabat tinggi lainnya di negara bagian Warrap, Upper Nile, Jonglei dan Equatoria diidentifikasi sebagai orang-orang yang memerlukan pengawasan atau investigasi lebih lanjut atas peran mereka dalam berbagai pelanggaran.
“Komisi mendapati bahwa meskipun pemerintah Sudan Selatan telah mengumumkan komisi-komisi investigasi khusus untuk beberapa situasi, tak satu pun yang mengarah pada akuntabilitas,” kata panel itu dalam pernyataannya. “Pemerintah dan personel militer yang terlibat dalam kejahatan serius ini masih tetap menjabat.”
Pemerintah telah menuduh komisi itu mencampuri urusan nasionalnya dan menolak temuan terdahulu dari panel beranggotakan tiga orang itu.
Sudan Selatan meraih kemerdekaannya dari Sudan pada 2011 tetapi terjerumus ke dalam perang saudara dua tahun kemudian yang menghancurkan negara terbaru di dunia itu.
Hampir 400 ribu orang tewas sebelum perjanjian damai ditandatangani pada tahun 2018. Akan tetapi prinsip inti perjanjian itu belum dipenuhi, dan negara itu dilanda kekerasan bersenjata.
Mahkamah pimpinan Uni Afrika yang dijanjikan untuk menghukum para pelanggar dan memberikan keadilan bagi para korban kejahatan perang tidak pernah terwujud. [uh/ab]
Forum