Polemik menyangkut berakhir tidaknya status Jakarta sebagai ibu kota negara muncul setelah Ketua Badan legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Supratman Andi Agtas menyatakan status Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta telah berakhir pada 15 Februari 2024.
Menurutnya hal itu merupakan implikasi dari UU Ibu Kota Negara (UU IKN) yang telah diundangkan sejak Februari 2022. Dalam pasal 41 ayat 2 UU IKN menyatakan paling lama 2 tahun setelah UU ini diundangkan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia diubah sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah, Minggu (10/3) mengatakan secara teoritik, klausul masa waktu berlaku yang ditetapkan dalam undang-undang atau sunset clause hanya bisa diberlakukan dalam satu undang-undang saja.
“Sepanjang Undang-Undang DKI Jakarta belum diubah maka status ibu kota masih melekat di DKI jadi menurut saya keliru kalau ada orang mengatakan bahwa status DKI sudah bukan sebagai ibu kota setelah dua tahun itu, karena dua tahun itu bukan sunset clause.Tapi kalau mau digunakan di undang-undang lain, memerintahkan DPR dan pemerintah untuk mengubah undang-undang tapi deadline-nya tidak terpenuhi tidak serta merta mengugurkan keberlakuan UU DKI Jakarta, itu tetap berlaku,” ungkapnya.
Selain itu ia menilai ada kekacauan dalam pembuatan UU tersebut. Ia merujuk pada Undang-Undang IKN yang menyebut pemindahan ibu kota negara bisa dilakukan dengan landasan hukum keputusan presiden, sementara dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dinyatakan pemindahan ibu kota negara dilakukan dengan basis hukum Peraturan Pemerintah.
Menurutnya harus ada harmonisasi setiap regulasi yang menjadi dasar hukum pemindahan ibu kota negara, yakni Undang-undang IKN, Undang-Undang DKI Jakarta, dan Undang-undang Pemerintah Daerah. Oleh karena itu pemindahan ibu kota negara sedianya tidak dilakukan terburu-buru.
Disamping itu, pemindahan ibu kota negara juga membutuhkan persetujuan dari orang-orang di Jakarta dan di lokasi yang akan menjadi ibu kota baru tersebut. Kedua hal itu yang belum pernah dilakukan, tambahnya.
Raker dengan Pemerintah
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Ahmad Baidowi menjelaskan pihaknya baru memperoleh penugasan dari rapat paripurna untuk segera membahas bersama pemerintah mengenai Undang-undang Daerah Khusus Jakarta. Langkah pertama adalah DPR akan melakukan rapat kerja dengan pemerintah untuk membahas kesiapan dan kesanggupan memulai pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta.
Rapat kerja dengan pemerintah pada 13 Maret itu untuk membahas kekhususan-kekhususan apa saja yang akan dimasukkan dalam RUU Daerah Khusus Jakarta.
"Memang secara de jure undang-undang ini (Undang-undang Daerah Khusus Jakarta) harusnya sudah selesai 15 Februari yang lalu, sudah disahkan. Karena Undang-undang IKN itu mengamanatkan Undang-undang DKI harus diubah dua tahun pasca diberlakukannya Undang-undang IKN," ujarnya.
Namun, lanjut, Baidowi, dalam Undang-undang IKN ada ketentuan lebih teknis, yakni ibu kota negara dipindahkan setelah keputusan presiden diterbitkan. Sebelum ada keputusan presiden yang menginstruksikan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke IKN, maka Jakarta masih berstatus ibu kota negara.
Jakarta masih berstatus ibu kota negara, ujarnya, tetapi status itu tidak boleh terlalu lama.
Lebih jauh Baidowi ragu IKN siap menjadi ibu kota negara pada pada 20 Oktober nanti.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dwi Purwono mengatakan pencabutan Ibu Kota pada Jakarta berlaku saat diterbitkannya keputusan presiden pemindahan IKN dari Jakarta ke Nusantara di Penajam Paser Utara. Ia belum dapat memastikan kapan keppres akan dikeluarkan karena menurutnya hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan presiden. [fw/em]
Forum