Para pembela hak asasi manusia mengkritik tajam Pakistan terkait pengumuman mengenai rencana menggunakan undang-undang militer untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab atas aksi pembakaran dalam protes yang dipicu oleh penangkapan mantan Perdana Menteri Imran Khan baru-baru ini.
Dalam sebuah pernyataan pada Selasa (16/5), Amnesty International menggambarkan langkah kontroversial itu mencemaskan dan bertentangan dengan hukum internasional, serta menuntut agar rencana itu segera dihentikan.
“Ini murni taktik intimidasi yang dirancang untuk membasmi perbedaan pendapat dengan menyebarkan rasa takut dari institusi yang tidak pernah dimintai pertanggungjawaban atas tindakan yang melampaui batas,” kata Dinushika Dissanayake, Wakil Direktur Amnesty International untuk wilayah Asia Selatan, merujuk kepada pihak militer Pakistan yang sangat berkuasa.
Khan ditahan dengan kejam oleh pasukan paramiliter atas tuduhan korupsi, dari luar ruang sidang di ibu kota, Islamabad, pada pekan lalu, ketika ia bersiap untuk menghadiri sidang dalam kasus terpisah.
Politisi tenar berusia 70 tahun itu akhirnya dibebaskan setelah Mahkamah Agung menyatakan penangkapannya tidak sah. Namun penahanannya memicu kemarahan dari para pendukung Partai Tehreek-e-Insaf Pakistan, atau PTI, menyebabkan protes nasional selama beberapa hari. Sebagian protes berubah menjadi aksi kekerasan.
Para pemrotes terlibat bentrokan dengan polisi antihuru hara, menyebabkan beberapa orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Pengunjuk rasa juga berbaris menuju instalasi militer di kota-kota besar.
Mereka meneriakkan slogan-slogan menentang institusi kuat Pakistan yang telah lama dianggap sebagai lembaga suci. Di Lahore, sekelompok orang menyerbu kediaman seorang komandan tentara wilayah dan membuat sejumlah kerusakan. [ps/ka]
Forum