Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif memuji komunitas internasional pada hari Rabu (11/1) karena telah menjanjikan dana sebesar $9,7 miliar (hampir Rp150 triliun) dalam konferensi pekan ini di Jenewa untuk membantu upaya pemulihan Pakistan dari bencana banjir yang dipicu oleh perubahan iklim musim panas lalu.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Sharif bersama-sama menjadi tuan rumah konferensi pada hari Senin (9/1), yang dihadiri puluhan negara, institusi keuangan dunia dan donor swasta.
Sharif mengatakan dalam konferensi pers di Islamabad bahwa penghitungan jumlah total dana bantuan yang dijanjikan telah melampaui target dari donor asing, yang mencapai separuh dari $16,3 miliar dana yang dibutuhkan untuk proses pemulihan dan pembangunan selama tiga tahun ke depan. Ia mengatakan bahwa sisa pendanaan berasal dari sumber dalam negeri.
Bank Pembangunan Islam, Bank Dunia, Arab Saudi, Prancis, AS, China, dan Uni Eropa merupakan beberapa pendonor terbesar. Pejabat Pakistan mengatakan bahwa hampir 90% dana yang dijanjikan berupa pinjaman pembiayaan proyek.
Banjir yang dipicu oleh musim hujan tak menentu yang belum pernah terjadi sebelumnya antara bulan Juni hingga Agustus tahun lalu itu berdampak pada 33 juta penduduk, memaksa 8 juta orang mengungsi, menewaskan 1.700 orang dan menjerumuskan 9,1 juta penduduk ke bawah garis kemiskinan, menurut pejabat PBB dan Pakistan.
“Semakin cepat kita dapat merancang dan menciptakan kerangka kelayakan dan mengesankan [pendonor], semakin cepat janji-janji ini terwujud,” kata sang perdana menteri ketika ditanya sesegera apa dana itu dapat diterima Pakistan.
Sharif berterima kasih kepada kepala PBB itu hari Rabu atas peran “penting”nya dalam mewujudkan konferensi di Jenewa yang “sukses gemilang” dan berjuang bagi para korban banjir “layaknya seorang warga Pakistan.”
Guterres membuka pertemuan hari Senin itu dengan sebuah permohonan bantuan yang berapi-api mewakili jutaan warga Pakistan yang hidup dan matapencahariannya terhenti akibat banjir. Ia menggambarkan krisis itu sebagai “bencana iklim berskala monumental” dan mengingatkan bahwa sepertiga wilayah Pakistan terendam banjir selama lebih dari enam bulan setelah banjir melanda.
Sharif menekankan bahwa mekanisme pengawasan dan evaluasi efektif akan dirancang untuk memastikan transparansi alokasi pendanaan dan pengeluaran, yang akan dikombinasikan dengan komunikasi publik mengenai perkembangan proses pemulihan.
Para kritikus mencatat bahwa janji-janji yang dibuat dalam konferensi internasional serupa biasanya tidak terwujud seluruhnya karena sejumlah faktor, termasuk kenaikan biaya proyek, korupsi dan penipuan oleh pihak berwenang negara penerima bantuan.
Penyelidikan independen sebelumnya di Pakistan telah mengonfirmasi terjadinya korupsi dan penipuan dalam program bantuan yang dilakukan pascagempa tahun 2005 dan banjir tahun 2010. [rd/lt]
Forum