Stand up comedian atau komika Pandji Pragiwaksono ditemui VOA awal bulan September di Golden Gate, salah satu jembatan paling terkenal di Amerika, yang terletak di San Francisco. Di sela-sela sesi foto-foto, dia sempat bercanda.
“Ini adalah Golden Gate yang sangat terkenal di San Francisco. Kasihan jembatan ini sudah sering porak poranda. Dibongkar Magneto di film X-Man, dihajar Kaiju di Pacific Rim, diserang monyet di Planet of the Apes. Kasihan… pemerintah kota anggaran pembangunannya habis buat membangun jembatan ini saja,” gurau Pandji.
Ini adalah kunjungannya yang kedua ke kota di negara bagian California ini untuk melakukan stand up comedy. Tahun lalu, penggagas acara Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) di sebuah stasiun TV ini, menjadi komika Indonesia pertama yang melakukan tur dunia.
Dalam tur kedua kali ini, yang diberi tema Juru Bicara, Pandji tampil di 24 kota di seluruh dunia.
“Pertama-tama untuk membuktikan yang kemarin (red: tur dunia tahun lalu) bukan kebetulan. Bahwa saya melakukannya karena saya mampu. Terus coba untuk bikin besar lagi untuk kasih tantangan ke diri sendiri. Kedua ada isu-isu yang lebih penting yang ingin disampaikan kepada banyak orang, yang lebih krusial daripada ‘Mesakke Bangsaku’ kemarin,” tambah Pandji.
Mantan penyiar radio ini mengatakan kepada VOA kali ini dia tampil sebagai ‘juru bicara’ dari pihak-pihak yang tertindas, mulai dari korban HAM sampai hewan – semua dikemas dengan humor.
“Salah satu keresahan saya yang paling akut adalah soal kecenderungan manusia menyiksa hewan. Sirkus hewan itu jahat.”
Bagi sebagian penonton yang kebanyakan diaspora Indonesia di San Francisco Bay Area, pertunjukkan itu tidak hanya menggelitik tapi juga membuka wawasan.
“Ada hal-hal baru yang saya dapat dari Pandji, yang belum pernah saya dengar. It’s very good, I think it’s awesome,” ujar Johanes Yoku.
Sementara Ari Sufiati mengatakan, “Pandji memang kayanya agak beda dengan stand up comedy lain. Dia mengangkat hal-hal terkini di Indonesia, dan itu yang kita disini kadang-kadang ngga ngerti, banyak kejadian di Indonesia yang kita ngga ngerti.”
Namun penonton tidak selalu sepaham atau setuju dengan Pandji. Pemeran film Rudy Habibie ini mengatakan kepada VOA dia punya banyak ‘haters’ dan sering diprotes. Tapi Pandji menganggapnya sebagai hal yang wajar.
“Kalau kita beropini akan ada yang suka, ada yang ngga suka. Dan kalau aku, kasarnya, nyari uang dari beropini, rasanya orang lain juga boleh beropini tentang saya. Kalau kuat karakternya, akan ada yang suka dan yang ngga suka,” ujar Pandji santai.
Tampil sebagai pembuka adalah Arie Keriting, pemenang Stand Up Comedy Indonesia tahun 2013. Laki-laki asal Wakatobi ini mengatakan kepada VOA dia dipilih langsung oleh Pandji untuk mendampinginya ke AS.
“Pandji memilih opener ngga sembarangan. Salah satu syaratnya sudah pernah jadi opener lokal di Indonesia. Sebelumnya saya sudah pernah jadi opener Pandji di Indonesia. Jadi sekarang dibawa ke luar (red: luar negeri). Senang aja sih bisa dibawa ke sini, sesuai dengan misi saya. Temanya Juru Bicara. Mungkin bang Pandji merasa saya bisa membawa isu lain dari Indonesia, khususnya dari Indonesia timur,” tutur Arie.
Acara di Hotel Omni itu turut diorganisir Persatuan Mahasiswa Indonesia di AS (Permias) cabang San Francisco Bay Area. Lebih dari 200 tiket yang per lembarnya dijual seharga 18 dolar atau hampir 250.000 rupiah, ludes terjual.
“Acaranya sukses besar karena topik-topik yang dibawakan sangat edukatif dan sangat open-minded dengan cara komedi. Teman-teman mahasiswa disini juga jadi bisa tahu apa yang terjadi di Indonesia,” papar Jessica Victoria Wijaya, ketua penyelenggara.
Selain di San Francisco, Pandji Pragiwaksono dan Arie Keriting juga tampil di Los Angeles, Chicago, Washington DC, Philadelphia dan Boston. [vm]