Tautan-tautan Akses

Panel CDC Lebih Anjurkan Penggunaan Vaksin mRNA ketimbang Johnson & Johnson


Seorang petugas pemadam kebakaran Philadelphia tengah menyiapkan suntikan vaksin COVID-19 Johnson & Johnson di salah satu lokasi vaksinasi di Philadelphia pada 26 Maret 2021. (Foto: AP/Matt Rourke)
Seorang petugas pemadam kebakaran Philadelphia tengah menyiapkan suntikan vaksin COVID-19 Johnson & Johnson di salah satu lokasi vaksinasi di Philadelphia pada 26 Maret 2021. (Foto: AP/Matt Rourke)

Sebuah panel penasihat untuk Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) pada Kamis (16/12) melakukan pemungutan suara dan menyarankan agar warga Amerika memilih satu diantara dua vaksin COVID-19 mRNA dan bukan suntikan vaksin Johnson & Johnson karena kasus penggumpalan darah yang sebabkan oleh vaksin tersebut.

Kasus penggumpalan darah pada penerima vaksin Johnson & Johnson memang jarang terjadi namun dapat berakibat fatal.

Komite Penasihat untuk Praktik Imunisasi CDC secara bulat menyetujui rekomendasi itu.

Kasus sindrom trombosis thrombocytopenia (TTS) yang melibatkan penggumpalan darah disertai tingkat trombosit yang rendah, telah dilaporkan pada penerima vaksin Johnson & Johnson. Tingkat pelaporan tertinggi ada pada perempuan berusia di bawah 50 tahun.

CDC mengatakan tingkat insiden TTS ini lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya baik pada diri perempuan maupun laki-laki.

Paling sedikit sembilan orang sudah meninggal menyusul kasus penggumpalan darah di AS, demikian menurut temuan CDC.

Panel tersebut juga mengatakan vaksin COVID-19 Johnson & Johnson kurang efektif dalam mencegah COVID-19 dibandingkan dua vaksin COVID-19 lainnya yang sudah diotorisasi CDC.

Seorang warga tampak memasuki klinik vaksin di Manhattan, New York, AS, pada 7 Desember 2021. (Foto: Reuters/Andrew Kelly)
Seorang warga tampak memasuki klinik vaksin di Manhattan, New York, AS, pada 7 Desember 2021. (Foto: Reuters/Andrew Kelly)

Dalam presentasinya di depan komite, seorang ilmuwan vaksin Johnson & Johnson mengatakan, vaksin J&J menciptakan respons kekebalan jangka lama dan kuat dengan hanya satu suntikan saja.

“Dalam situasi dimana banyak orang tidak akan kembali untuk dosis kedua atau penguat, daya tahan suntikan tunggal vaksin J&J dapat menjadi perbedaan yang signifikan dalam menyelamatkan nyawa (para masyarakat) di AS dan di seluruh dunia,” demikian kata Dr. Penny Heaton dari J&J dalam presentasi tersebut.

Vaksin J&J menggunakan teknologi yang berasal pada versi adenovirus yang telah dimodifikasi untuk memicu kekebalan dalam diri pasien, sementara kedua vaksin lainnya yang sudah diotorisasi menggunakan teknologi messenger RNA.

Vaksin J&J satu dosis sudah menerima otorisasi darurat pada Maret. Pada April regulator AS menghentikan pemberian vaksin itu selama 10 hari untuk menyelidiki efek penggumpalan darah yang terjadi.

Ilmuwan CDC pada Kamis (16/12) mengatakan, tingkat kematian dari TTS tidak berkurang setelah jeda yang diambil pada April lalu.

Hanya sedikit warga Amerika telah menerima suntikan J&J dibandingkan dengan mereka yang menerima dua vaksin lainnya. Dari lebih 200 juta orang yang sudah divaksinasi penuh di AS, sekitar 16 juta telah menerima vaksin J&J, demikian menurut data CDC. [jm/lt]

XS
SM
MD
LG