Tentara Nasional Indonesia telah meluncurkan operasi anti-terorisme di bagian timur Sulawesi untuk mencari militan-militan yang diduga terkait dengan Negara Islam (ISIS), menurut Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Senin (20/4).
Moeldoko mengatakan militer membantu polisi untuk mencari para radikal, menyoroti kekhawatiran pemerintah terhadap warga negara Indonesia yang menyatakan sumpah setia pada ISIS dan kembali ke Indonesia setelah menjalani pelatihan bersama kelompok itu di Suriah atau Irak.
"Militer tidak akan memberi ruang bagi ISIS untuk berkembang atau hidup di Indonesia," ujar Moeldoko pada kantor berita Reuters di markas besar TNI di Cilangkap.
Operasi itu diluncurkan pada 31 Maret dan telah selesai sejak saat itu. Operasi tersebut merupakan operasi kontra-terorisme militer besar pertama Indonesia, yang mencakup personel pasukan khusus dan agen-agen intelijen, sejak pemboman hotel di Jakarta 2009.
Moeldoko tidak mengatakan berapa banyak militan yang telah dibunuh atau ditangkap.
"Latihan-latihan (di Sulawesi) telah selesai. Namun kita masih punya elemen-elemen militer di sana," ujar Moeldoko.
Laut China Selatan
Moeldoko juga mengungkapkan kekhawatiran akan ketegangan-ketegangan di Laut China Selatan, tempat sejumlah negara Asia Tenggara memiliki klaim yang tumpang tindih dengan China, menyerukan keseimbangan militer baru di wilayah tersebut.
"Ada perubahan-perubahan signifikan dari kondisi-kondisi stabil dan tenang yang ada di wilayah itu 10 tahun lalu," ujarnya.
"Jadi semua orang berpendapat bahwa China merupakan ancaman pada wilayah ini. Wilayah ini perlu keseimbangan baru, yang tidak dapat direpresentasikan hanya oleh satu kekuatan besar."
China mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang berpotensi kaya energi, bersengketa dengan Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei dan Taiwan, dan menyangkal tuduhan-tuduhan aksi-aksinya dalam wilayahnya merupakan ancaman.