Meksiko tampaknya hampir pasti akan memilih presiden perempuan pertamanya pada tanggal 2 Juni mendatang, sebuah prospek yang menciptakan perbedaan pendapat di kalangan aktivis hak-hak perempuan di negara dengan sejarah panjang budaya “macho” atau maskulin tersebut.
Calon presiden terdepan, Claudia Sheinbaum, dari partai yang berkuasa dan saingan utamanya dari partai oposisi, Xochitl Galvez, bersama-sama menyerukan terobosan dalam upaya mereka untuk memimpin negara Amerika Latin itu.
Menurut rata-rata jajak pendapat yang dikumpulkan oleh lembaga Oraculus, Sheinbaum memimpin persaingan dengan 56 persen dukungan pemilih, sementara Galvez membuntutinya dengan 34 persen suara.
Satu-satunya kandidat pria yang mencalonkan diri, Jorge Alvarez Maynez dari partai Gerakan Warga, hanya meraih 10 persen suara.
Meskipun perempuan Meksiko menikmati kesuksesan dalam politik dan bisnis, kehidupan masih suram bagi banyak perempuan di negara di mana sekitar 10 perempuan terbunuh setiap hari.
Tahun lalu, sebanyak 852 pembunuhan digolongkan sebagai femisida, yaitu pembunuhan terhadap perempuan karena gender mereka.
Perubahan penting
“Sudah waktunya bagi perempuan untuk diakui,” kata Elena Poniatowska, seorang jurnalis dan penulis tenar Meksiko yang terkenal dengan pandangan sayap kirinya yang kuat.
Poniatowska, 91, kelahiran Prancis, telah lama mendukung Presiden sayap kiri, Andres Manuel Lopez Obrador, dan yakin Sheinbaum akan menang.
Hadirnya seorang perempuan di istana kepresidenan akan menjadi “konsekuensi logis dari negara yang sudah maju,” katanya kepada AFP dalam sebuah wawancara di rumahnya di Mexico City.
Menjaga ekspektasi
Di sisi lain, Sara Lovera, yang mengelola situs feminis SemMexico, mengatakan ia memiliki ekspektasi rendah terhadap kepemimpinan Sheinbaum.
Mantan Wali Kota Mexico City tersebut seringkali memuji Lopez Obrador, yang melabeli aktivis hak-hak perempuan sebagai “pseudo-feminis.”
Walaupun aborsi telah didekriminalisasi dan dilegalisasi, sejumlah kritikus mengatakan bahwa hal tersebut tercapai berkat upaya Mahkamah Agung dan bukan pemerintahan Lopez Obrador.
“Kita tidak akan melihat adanya perubahan, Kita akan tetap kalah. Sebagain orang berpikir bahwa kita telah kalah dalam politik gender selama 30 tahun,” kata Lovera.
Namun “Saya kira kita dapat berbicara dengan Xochitl Galvez, walaupun dia tidak mengerti apapun” terkait perjuangan feminis, tambah perempuan berusia 74 tahun itu. [ps/rs]
Forum