Para peneliti dari Universitas Mahidol Thailand dan Universitas Oxford Inggris yang menulis dalam jurnal Lancet. Mereka mengatakan, parasit yang membawa malaria itu mengembangkan kekebalan terhadap kombinasi obat penting di berbagai wilayah di Kamboja, Laos, Thailand, dan Vietnam.
Laporan itu memperingatkan, parasit Plasmodium falciparum – yang menyebabkan malaria yang paling mematikan bagi manusia - menjadi kebal terhadap obat pilihan utama, DHA-piperaquine di beberapa bagian Asia Tenggara, dengan tingkat kegagalan 50 persen atau lebih.
Situasi ini sangat kritis sehingga para ilmuwan mengatakan, pengobatan tidak boleh digunakan di Kamboja, Vietnam dan Thailand timur laut, karena tidak manjur dan memicu peningkatan penularan malaria.
Pengobatan baru harus dipertimbangkan, kata Sterghios Moschos dari University of Northumbria.
“Mungkin sudah tiba waktunya untuk menjajaki apakah kita harus menggabungkan berbagai jenis obat baru. Sehingga, ketika masalah semakin besar, ada pemecahan yang berpotensi pada tingkat multi-obat,” kata Moschos.
Laporan itu mengatakan, tindakan mendesak sekarang diperlukan untuk memberantas malaria falciparum dari wilayah tersebut – dan jika tidak, parasit yang kebal bisa menyebar ke bagian lain di Asia dan Afrika, yang berpotensi menyebabkan darurat kesehatan dunia.
"Yang diperlukan hanyalah satu kapal yang ditumpangi oleh orang-orang yang terinfeksi, atau genangan air di mana nyamuk berada, masuk ke Afrika dan kemudian parasit itu perlahan-lahan berkembang biak,” ujar Moschos.
“Namun skenario yang mungkin terjadi adalah peningkatan layanan kesehatan sehari-hari di Afrika yang akan memberikan peluang bagi parasit untuk mengembangkan kekebalannya,”tambahnya.
Sejak 2014, kemajuan dunia melawan malaria telah terhenti. Diperkirakan ada 219 juta kasus dan 435.000 kematian terkait malaria tahun 2017, kebanyakan dari mereka anak-anak di bawah usia lima tahun di sub-Sahara Afrika. [ps/lt]