Rancangan Undang-Undang itu, kalau disahkan, bisa menyulitkan pembicaraan yang sedang berlangsung di Wina antara Iran dan kelompok enam negara, yaitu Amerika, Inggris, Perancis, Rusia, China, dan Jerman, karena mereka menghadapi tenggat waktu tanggal 30 Juni.
Pembicaraan difokuskan pada pencapaian kesepakatan yang akan membatasi program nuklir Iran dan sebagai imbalannya, penghapusan sanksi ekonomi.
Dari 213 anggota parlemen yang hadir pada hari Minggu (21/6), 199 mendukung Rancangan Undang-Undang, yang juga menuntut pencabutan sepenuhnya semua sanksi terhadap Iran sebagai bagian dari perjanjian nuklir itu.
RUU itu harus diratifikasi oleh Dewan Pengawas, sebuah lembaga pengamat konstitusi, untuk disahkan menjadi undang-undang.
Persyaratan yang ditetapkan dalam RUU memungkinkan inspeksi internasional terhadap lokasi nuklir Iran, tetapi melarang inspeksi fasilitas militer Iran di manapun. RUU antara lain menyatakan, "Badan Energi Atom Internasional, dalam batas-batas kerangka perjanjian itu, diperbolehkan melakukan inspeksi konvensional ke lokasi-lokasi nuklir Iran.
Tetapi, RUU itu menyimpulkan, "akses ke lokasi militer, keamanan dan tempat-tempat yang non nuklir yang sensitif, termasuk dokumen dan ilmuwan, dilarang. ''
RUU ini juga mewajibkan menteri luar negeri Iran melapor kepada parlemen setiap enam bulan sehubungan pelaksanaan perjanjian itu.
Perunding nuklir Iran mengatakan mereka telah sepakat untuk memberi inspektur PBB “akses yang dikelola'' ke lokasi militer di bawah pengawasan ketat dan kondisi tertentu. Hal itu termasuk pengambilan sampel lingkungan di sekeliling lokasi militer itu.
Namun para pejabat Iran, termasuk Pemimpin Agung Iran, Ayatollah Ali Khamenei, telah menolak keras gagasan agar para inspektur PBB bisa mewawancarai para ilmuwan Iran.
Dalam pernyataan hari Minggu, Departemen Luar Negeri Amerika mengatakan inspeksi tetap menjadi bagian penting dari sebuah kesepakatan akhir.
"Semua pihak sadar apa yang diperlukan bagi pencapaian kesepakatan akhir, termasuk akses dan transparansi," kata pernyataan Deplu AS tersebut. "Kami tidak akan menyetujui sebuah kesepakatan tanpa hal itu," tegas Washington.