Partai konservatif utama Korea Selatan mengisyaratkan akan mengambil sikap lebih tegas terhadap China, dan menempatkan penekanan lebih besar mengenai HAM dalam kebijakan luar negerinya, jika partai itu meraih kembali jabatan presiden dalam pemilu Maret mendatang.
Meskipun pergeseran ini kemungkinan besar akan disambut baik oleh Amerika Serikat (AS), yang berusaha menggalang sekutu-sekutu dan mitranya di Asia dalam membendung China, banyak analis yang mempertanyakan apakah kalangan konservatif Korea Selatan akan benar-benar dapat melakukan perubahan dramatis seperti itu.
Korea Selatan menghadapi upaya penyeimbangan yang tidak mudah dengan dua negara paling kuat di dunia. Negara ini bergantung pada AS, yang telah lama menjadi sekutunya, untuk melindunginya. Tetapi Seoul juga berhubungan sangat erat dengan negara tetangganya, China, mitra dagang terbesarnya.
Dalam banyak hal penting, Seoul telah memilih untuk lebih dekat dengan Washington. Presiden Moon Jae-in, yang akan segera mengakhiri masa jabatannya, telah memperluas keikutsertaan Korea Selatan dalam beberapa forum multilateral pimpinan AS, termasuk beberapa yang mengecualikan atau mengkritik Beijing.
Namun yang jelas, Moon tampak enggan untuk mengkritik langsung China mengenai isu-isu seperti penindakan kerasnya terhadap gerakan prodemokrasi Hong Kong atau perlakuan kejam terhadap Muslim Uighur di Xinjiang, China Barat.
Kejelasan strategis
Yoon Seok-youl, kandidat presiden dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang konservatif, telah mengisyaratkan pendekatan yang lebih langsung.
Dalam beberapa bulan ini, Yoon telah mengindikasikan ia akan lebih eksplisit dalam mengaitkan Korea Selatan dengan AS. Ini tampaknya untuk menolak apa yang disebut “ketidakjelasan strategis” yang telah digunakan Seoul untuk menyeimbangkan hubungannya dengan Washington dan Beijing.
“Kita harus memimpin urusan bangsa dengan kejelasan strategis,” kata Yoon baru-baru ini kepada sebuah surat kabar Korea Selatan.
Berbicara pada sebuah forum kebijakan di Seoul pada Senin (22/11), Yoon menyerukan diplomasi yang didasarkan pada “nilai-nilai universal,” seperti demokrasi liberal, HAM, dan supremasi hukum.
telah menunjukkan kesediaan untuk menghadapi risiko membuat China marah. Ia menyebut virus corona, yang pertama kali dideteksi di kota Wuhan, China Tengah, sebagai “virus Wuhan.” Ia juga mengatakan imigrasi warga China ke Korea Selatan seharusnya dihentikan pada awal pandemi.
Beberapa lainnya di dalam partai Yoon yang konservatif bahkan lebih keras lagi dalam menyerukan agar Korea Selatan menjauh dari China.
Dalam wawancara dengan VOA, ketua PPP Lee Jun-seok mengkritik pemerintah Korea Selatan yang sekarang ini karena “ragu-ragu menyatakan apakah akan bersekutu dengan pihak demokrasi atau musuh demokrasi.”
“Kita harus mendukung cita-cita demokrasi. Ini adalah masalah nilai-nilai esensial,” kata Lee. [uh/ab]