Meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China yang membuat harga-harga saham Amerika anjlok pada hari Senin terus bergaung di seluruh dunia, sementara harga saham Asia mengalami penurunan tajam hari Selasa (6/8).
Indeks acuan Nikkei Jepang turun hampir 135 poin pada penutupan sesi perdagangan Selasa ini, sedangkan indeks Shanghai China turun hampir 40 poin, merosot sedikit di atas satu persen. Indeks saham Australia turun 162 poin, merosot di atas dua persen. Indeks Hang Seng Hong Kong turun lebih dari setengah persen pada akhir perdagangan.
Gambaran ini tidak begitu buruk pada siang hari sewaktu bursa Eropa mulai dibuka. Indeks FTSE London turun hanya 0,3 persen pada pembukaan, sedangkan bursa di Paris dan Frankfurt dibuka sedikit lebih tinggi.
Aksi jual hari Selasa di Asia terjadi hanya beberapa jam setelah Wall Street mencatat kerugian terburuk pada tahun ini, dengan indeks S&P 500 turun tiga persen pada hari Senin, sementara indeks Nasdaq merosot 3,5 persen dan Dow Jones turun hampir tiga persen. Aksi jual ini dipicu oleh keputusan Beijing untuk membiarkan nilai mata uangnya jatuh ke titik terendah dalam 11 tahun, yang memicu tanggapan marah Presiden Amerika Donald Trump. Melalui cuitannya, Trump menuduh China memanipulasi mata uangnya.
Langkah China mendevaluasi mata uangnya memberi keunggulan harga bagi para eksportirnya di pasar-pasar dunia.
Beberapa jam kemudian, Departemen Keuangan Amerika secara resmi menyatakan China sebagai manipulator mata uang.
Perang dagang berbulan-bulan antara dua ekonomi terbesar dunia ini memburuk pekan lalu sewaktu Presiden Trump mengumumkan rencana untuk menerapkan kenaikan 10 persen tarif terhadap ekspor China ke Amerika yang bernilai 300 miliar dolar. China membalas dengan mengakhiri semua pembelian baru produk-produk pertanian dari Amerika Serikat. [uh/ab]