Negara gurun Uni Emirat Arab mulai berbenah, Rabu (17/4) setelah dilanda badai topan terburuk dalam sejarah, yang menggenangi Bandara Internasional Dubai dan mengganggu perjalanan melalui lapangan terbang tersibuk di dunia untuk perjalanan internasional.
Kantor berita WAM yang dikelola pemerintah menyebut hujan pada hari Selasa (16/4) sebagai "peristiwa cuaca bersejarah" yang melampaui "apa pun yang didokumentasikan sejak dimulainya pengumpulan data pada tahun 1949,” sebelum ditemukannya minyak mentah di negara yang kaya akan energi ini. Ketika itu Uni Emirat Arab merupakan bagian dari protektorat Inggris yang dikenal sebagai Trucial States.
Badai, yang bergerak melalui wilayah gurun yang lebih luas di Semenanjung Arab, bisa jadi telah dipercepat oleh penerbangan "penyemaian awan" yang dilakukan oleh pihak berwenang sebelumnya.
Menurut data meteorologi di Bandara Internasional Dubai, curah hujan yang mulai turun pada Senin malam (15/4) mencapai sekitar 20 milimeter (0,79 inci), dan mulai membasahi kawasan gurun dan jalan-jalan raya. Badai semakin intensif sekitar pukul 9 pagi waktu setempat pada hari Selasa dan terus berlanjut sepanjang hari, mencurahkan lebih banyak hujan dan sekaligus hujan es ke kota yang mulai kewalahan.
Hingga Selasa malam lebih dari 142 milimeter (5,59 inci) curah hujan membasahi Dubai selama 24 jam. Rata-rata curah hujan selama satu tahun di Bandara Internasional Dubai yang merupakan pusat bagi maskapai penerbangan jarak jauh Emirates, mencapai 94,7 milimeter (3,73 inci).
Walhasil genangan air menggenangi taxiway saat pesawat mendarat.
Pada Selasa malam pihak berwenang bandara akhirnya menghentikan pesawat yang tiba. Sementara penumpang pesawat yang telah mendarat harus berjuang keras mencapai terminal melalui banjir yang menutupi jalan-jalan di sekitarnya.
Bandara Internasional Dubai pada Rabu pagi (17/4) mengakui banjir itu hanya meninggalkan “opsi terbatas” bagi mereka, dan menimbulkan dampak pada penerbangan karena sejumlah awak pesawat tidak dapat mencapai lapangan terbang.
Sekolah-sekolah di seluruh Uni Emirat Arab (UEA), sebuah federasi yang terdiri dari tujuh keemiran, sebagian besar ditutup menjelang badai. Jika memungkinkan, pegawat pegawai pemerintah diizinkan telework.
Banyak pekerja yang tetap tinggal di rumah juga, meskipun sebagian tetap nekad meninggalkan rumah dan akhirnya justru terjebak dalam banjir yang menutupi sejumlah ruas jalan. Pihak berwenang mengirimkan truk-truk tangki ke jalan-jalan untuk memompa air. Sementara banjir yang meredam banyak rumah, memaksa pemiliknya mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.
Para penguasa turun-temurun di UEA tidak memberikan informasi kerusakan secara keseluruhan, atau informasi korban cedera untuk negara tersebut, karena sejumlah orang terpaksa tidur di kendaraan mereka yang kawasan sekelilingnya terendam banjir.
Meskipun demikian polisi melaporkan seorang laki-laki berusia 70 tahun meninggal ketika kendaraannya tersapu banjir di Ras Al Khaimah, emirat paling utara di UEA.
Fujairah, emirat yang berada paling timur, dilanda curah hujan paling parah yang mencapai 145 milimeter (5,7 inchi).
UEA jarang dilanda hujan mengingat negara ini berada di Semenanjung Arab yang gersang. Ada hujan yang datang secara berkala selama bulan-bulan musim dingin yang lebih sejuk. Banyak jalan dan kawasan lain yang tidak memiliki drainase karena kurangnya curah hujan yang teratur, sehingga menyebabkan banjir. [em/lt]
Forum